This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 06 Desember 2020

Kasih Yang Mendingin

 


Tatengesan, 06 Desember 2020

Oleh : Pricilia K Wahongan

 

 

     Dunia banyak mengalami perubahan. Dimasa pandemi seperti saat ini, segala sesuatu tampaknya semakin berubah. Pertanyaannya, apakah kasih kita terhadap Allah juga berubah? Diawal virus ini muncul dan menggemparkan dunia, banyaak orang yang kemudian berbalik pada kehidupan persekutuan yang baik dengan Tuhan. Yang malas beribadah menjadi rajin beribadah meski dirumah masing-masing, yang kadang berdoa menjadi sering berdoa, yang jenuh membaca Alkitab mulai membiasakan diri untuk tekun belajar firman Tuhan, yang tidak pernah bersaksi menjadi orang yang justru menjadikan bersaksi sebagai gaya hidup, bahkan yang tadinya menutup mata terhadap sesama telah menjdi orang yang mau melihat dan peduli terhadap orang lain, termasuk mereka yang terdampak penyebaran virus Covid-19.

    Bagaimana dengan sekarang? Saat semuanya kembali menjaadi normal yang baru apakah kasih itu masih sama dengan sebelumnya? Atau kehangatan kasih itu hanya ada di awal-awal saja dan kemudian mendingin seiring berjalannya waktu?

    Allah mengasihi kita dengan kasih yang kekal (Yeremia 31:3b). bukti nyata kasih-Nya tatkala Dia mau datang ke dunia menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus (Yohanes 1:1,14). Kelahiranya ke dunia ini juga mengambil kedudukan yang paling rendah bersamaan dengan situasi yang paling tidak layak Dia terima. Tidak hanya persoalan tentang tempat kelahiran-Nya, tapi juga pergumulan-pergumulan yang Dia hadapi sebelum dan sesudah Dia memulai perjalanan pelayanan-Nya tidaklah mudah. Hingga pada puncak kasih-Nya Dia mau mengorbankan diri-Nya, mati di kayu Salib untuk menyelamatkan kita dari akibat dosa yang kita lakukan. Sampai saat ini, kasih itu tetap nyata, tidak berkurang, dan tidak mendingin. Kasih itu kekal dan menjangkau setiap jiwa yang terhilang.

    Bagaimana dengan kita? Apakah kasih kita terhadap-Nya masih menghangat? Atau sudah mendingin tatkala mungkin kita sedang dalam situasi yang tidak diharapkan. Ingat, Yesus juga melewati banyak situasi yang sulit oleh karena kasih-Nya pada kita. Apakah kasih kita juga terhadap sesama masih ada? Atau jangan-jngan dimasa pandemi ini keegoisan kita semakin meningkat seiring dengan pembatasan sosial yang ada.

    Banyak yang perlu untuk kita refleksikan di masa-masa yang tak menentu ini . Charles Spurgeon berkata, waspadalah, jangan menjadi patah semangat dengan kerajinanmu yang mula-mula, berhati-hatilah: jangan menjadi dingin. Dulu engkau bersungguh-sungguh, tetaplah bersungguh-sungguh, dan biarlah api yang pernah membara dalammu tetap menggerakkan engkau, tetaplah menjadi orang-orang yang kuat dan militan, orang yang melayani Tuhan dengan rajin dan semangat.

Jangan mendingin!.

 

 

Sabtu, 07 November 2020

Berubah dan Berbuah

Tatengesan, 07 November 2020

Pricilia Kristin Wahongan

 2 Petrus 1:5-7

Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan. 

         Sebuah tanaman akan menjadi sia-sia ditanam jika tidak ada pertumbuhan. Pertumbuhan yang baik akan menghasilkan perubahan, dan perubahan yang baik dapat ditandai dengan buah yang dihasilkan. Tanpa adanya buah, sebuah tanaman hanya akan menjadi tanaman hias tapi tidak memberi dampak apa-apa bagi orang lain. Bukankah ini sama saja dengan sia-sia? 

       Dalam suratnya yang kedua kepada orang-orang percaya, rasul Petrus memperingatkan mereka karena iman yang dianugerahkan Tuhan pada mereka disia-siakan. Mereka berpikir bahwa anugerah selamat yang telah mereka miliki sudah cukup. Tak perlu susah-susah berubah apalagi berbuah. Mereka menjadi orang yang secara status mengaku percaya, tapi pada kehidupan praktis tidak mencerminkan hidup sebagai orang percaya. Hidup akan menjadi sia-sia tatkala hidup kita tak memiliki tujuan. Allah menciptakan kita juga bukan tanpa tujuan. Maka, sebagai anak Allah kita pun harus hidup dengan tujuan. Tentunya tujuan itu harus sejalan dengan apa yang menjadi tujuan Allah bagi hidup kita. Efesus 2:10 dituliskan “karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.” Hidup dalam perbuatan yang memuliakan Tuhan adalah tujuan keberadaan kita di dunia ini. Jika Iman yang dianugerahkan kepada kita melalui darah Yesus Kristus disia-siakan, maka seperti ungkapan Yakobus bahwa pada hakekatnya adalah mati. Kita tidak berbuah karena tidak mengerjakan keselamatan yang diberikan Tuhan kepada kita. Tuhan melihat hati, tapi orang-orang disekitar kita melihat perbuatan kita. Bagaimana mungkin seseorang akan mempercayai kata-katamu jika kamu sendiri dirumah masih sering membantah orang tua. Bagaimana mungkin orang-orang akan melihat Kristus dalam hidupmu sedangkan kamu sendiri lebih banyak memperlihatkan kesombonganmu, keegoisanmu, kebohonganmu, dan semua ke-AKU-an dirimu.

         Ingat, anugerah hidup kekal yang kita peroleh memang gratis, namun itu karena harganya sudah dibayar lunas oleh darah Kristus yang begitu mahal lewat pengorbanan-Nya dikayu salib. Jangan sia-sia apa yang telah Yesus kerjakan dalam hidupmu. Berubahlah dan berbuahlah bagi kemuliaan-Nya. Firman Tuhan dapat menolongmu untuk menjadikan hidupmu lebih baik lagi. 

 Soli Deo Gloria 

 PChrist-InšŸ–

Minggu, 04 Oktober 2020

KRISTUS MEMBUATKU MENEMUKAN TUJUAN HIDUP 

        

    Oleh: Pricilia Kristin Wahongan

    Minahasa Tenggara



         Hidup tanpa tujuan adalah hidup yang tak layak untuk dihidupi. Begitulah kalimat yang aku dengar dari seorang teman mengenai tujuan hidup. Tentunya kalimat ini bukanlah tanpa alasan ia sampaikan. Sebelumnya ia bertanya pada padaku tentang apa tujuan hidupku. Aku kaget pada awalnya karena lebih mudah menjawab pertanyaan “apa cita-citamu” dibandingkan dengan “apa tujuan hidupmu”. Aku bukannya tidak punya tujuan. Justru terlalu banyak hal yang ingin kutuju sehingga aku tak tahu mana tujuan yang pasti. Karir yang mapan? Pendidikan yang tinggi? Uang yang berlimpah? Jabatan penting? entahlah. Intinya aku ingin bahagia bersama mereka yang aku sayangi. Aku ingin meningkatkan standar kepuasan hidupku. Tapi, bagaimana itu dapat terjadi jika tujuan hidupku yang pasti belum aku temui. 

    Saulus yang kemudian disebut Paulus merupakan orang yang memiliki tujuan yang berbeda sebelum dia bertemu dengan Kristus. latar belakang keluarga, pendidikan bahkan pekerjaannya membuktikan bahwa dia telah memiliki apa yang menjadi harapan dan tujuan hidup kebanyakan orang pada umumnya. Hidup yang diubahkan yang dia peroleh dalam anugerah Kristus membuat dia justru melupakan semuanya. Aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku (Filipi 3:13b). Paulus telah menemui apa yang menjadi tujuan hidupnya, yaitu Kristus. 

            Bagaimana denganku..? Sama seperti Paulus, aku pun menemukan tujuan hidupku tatkala aku menemukan siapa diriku dalam Kristus. aku menyaksikan sendiri betapa besar anugerah-Nya dalam hidupku saat aku mengetahui betapa bobrok dan berdosanya diriku. Selama ini aku tak bisa melihat anugerah-Nya karena aku merasa diri benar. Aku bertusaha berbuat banyak kebaikan, meningkatkan pelayananan, memupuk persembahan agar nantinya ini dapat menjadi peganganku untuk berjumpa dengan-Nya . Sayangnya, semuanya justru sia-sia manakalah aku belum mempercayai Dia dalam hidupku. Sebesar apapun usahaku untuk menyelamatkan diri sendiri adalah mustahil. Syukur atas pengorbanan Kristus telah menjadi jalan pendamaian bagiku juga menolong aku untuk melihat apa tujuan hidupku. Tujuan hidup orang percaya harus sejalan dengan Tujuan Allah menciptakan manusia. seperti dalam (Yesaya 43:7), manusia diciptakan untuk memuliakan Allah. Ini terdengar seperti Allah begitu egois, mengutamakan kemuliaan-Nya dibandingkan dengan kebagaiaanku. Jika Allah mengasihiku seharusnya yang paling diutamakan adalah kebahagiaanku. Bukankah aku layak bahagia? 

        Memang, tidak ada yang salah jika ingin bahagia, sampai aku menemukan bahwa yang menjadi persoalannya adalah aku sendiri sebenarnya sama sekali tidak memahami apa arti itu kebahagian sejati. Kebahagiaan sejati tidak akan pernah kumiliki tanpa menemukan tujuan hidup yang benar, karena sesungguhnya Orang yang tujuan hidupnya berpusat pada Kristus akan membawa kebahagiaan sejati dalam dirinya. Ternyata inilah alasan mengapa ada orang-orang yang rela mengorbankan segala sesuatu demi Kristus karena mereka sendiri sudah menemukan apa tujuan hidup mereka. Kini telah aku sadari bahwa dalam pekerjaan, dalam pendidikan, dan dalam pelayananpun, aku menemukan bahwa tujuan hidup yang benar akan membuat setiap orang dapat melihat bahwa ada banyak kesempatan yang dapat kita pakai untuk semakin memuliakan Dia.

 Soli Deo Gloria (PChrist_in)

Kamis, 03 September 2020

BUKAN AKHIR YANG SEBENARNYA 

      







       Berakit – rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Peribahasa ini selalu dikatakan oleh guru saya tatkala masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Katanya, kalimat ini akan memotivasi kami untuk giat bekerja dan kemudian menikmati hasilnya yang indah dan membahagiakan pada akhirnya. Tak heran, banyak orang berupaya dan bekerja keras agar mendapat hasil yang maksimal. Banyak orang juga yang belajar dengan begitu rajin agar nantinya dapat lulus dengan predikat terbaik. Semua ini dilakukan untuk mengisi sesuatu yang kosong dalam diri manusia, yaitu kepuasan. Wadah kepuasan itu harus di isi dengan usaha dan kerja keras, maka akhir yang indah akan selalu menanti. Sebaliknya, jika hasilnya atau akhirnya buruk, itu berarti upaya dan usahanya pun buruk. 

Benarkah demikian? 

            Dalam setiap ibadah duka, kisah tentang Ayub selalu menjajadi cerita favorit untuk menghibur keluarga yang berduka. Kisah ini sangat menginspirasi banyak orang bahwa dengan ketaatan dan kesetiaan, penderitaan sebesar apapun akan selalu berakhir bahagia, selayaknya Ayub yangmeskipun harus menderita terlebih dahulu, namun justru menerima berkali-kali lipat dari sebelumnya (Ayub 42:7-17). Hal ini memang benar adanya, kesalehan Ayub membawa dia pada berkat Allah yang melimpah. Sayangnya, banyak orang justru menganggap bahwa orang yang benar-benar saleh dan diperkenankan oleh Tuhan pasti akan menderita namun akhirnya selalu bahagia. Sebaliknya, mereka yang tak layak dan tidak diperkenankan oleh Tuhan akan selalu berakhir menyedihkan. Itu adalah anggapan dunia.      
                Jika melihat kembali akhir hidup dari Yesus dan murid-murid Yesus, akhir hidup dari Stefanus, Akhir hidup dari Paulus, maka benarkah konsep yang demikian? tentunya tidak. Yesus memang mati secara mengerikan, namun kematian itu justru yang mematikan kematian kita yang berdosa. Kematian Kristus membuat maut tidak berkuasa lagi atas diri orang yang percaya. Memang, Setiap orang tak akan pernah lepas dari yang namanya penderitaan dan kejadian yang mengerikan. Namun, saat memandang salib Kristus, maka kita akan menyadari bahwa tangan Tuhan akan terus berkarya dalam hidup kita. Kalaupun akhir yang murid-murid Yesus alami itu tragis di mata manusia, namun bagi mereka itu sebuah kehormatan karena mereka tahu bahwa kematian bukanlah akhir hidup mereka. Untuk itulah dalam Filipi 1: 21 paulus berani berkata “karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” Ada kemuliaan yang jauh melebihi itu menanti mereka. Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan dan tidak ada mahkota tanpa salib (Joy Manik). Kisah akhir dari orang percaya bukanlah akhir yang sebenarnya.  

Tatengesan, 03 September 2020
PChrist_in

Rabu, 12 Agustus 2020

BAGI INDONESIA, AKU TETAP OPTIMIS

 




Bagi INDONESIA, Aku Tetap Optimis

Oleh: Pricilia K Wahongan

 

17 Agustus 1945 telah terjadi peritiwa yang sangat  bersejarah di bangsaku, ketika bendera merah putih dapat berkibar indah dalam semangat kebebasan. Meraih kemerdekaan ini memang bukanlah hal yang mudah. Ada banyak darah tertumpah dan ada banyak yang luka yang membekas. Bangsa ini harus mengalami masa-masa yang sangat sulit selama dijajah oleh bangsa lain.

            75 tahun Indonesia merdeka, aku melihat masih saja ada banyak kegagalan yang terjadi di bangsaku. Korupsi yang masih merajalela, kemiskinan yang belum kunjung hilang, pendidikan yang masih terkebelakang, dan hal-hal lainnya yang sering membuatku bertanya benarkah bangsa ini telah merdeka? Bahkan disituasi pandemi virus covid-19 seperti sekarang ini, hampir seluruh Negara terancam dengan yang namanya krisis ekonomi, termasuk di dalamnya Indonesia. Kasih semakin kabur, dan diskriminasi terjadi dimana-mana.

            Tatkala segala pemikiran ini hinggap dibenakku, aku teringat akan satu ayat Alkitab. Tetapi sekarang setelah kamu dimerdekaan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal (Roma 6:22).

            Ayat ini membuatku kembali merefleksikan akan hidupku yang terbelenggu oleh dosa. Sejak lahir aku sudah melangkahkan kakiku pada maut, sebelum kabar sukacita itu membawaku pada hidup yang berkemenangan. Namun, meskipun telah merdeka dari dosa, aku masih sering mencerminkan hidup seperti orang yang masih dijajah oleh dosa. apakah Tuhan membiarkanku? Tidak! Aku terus diingatkan, ditegur bahkan di ajar dengan berbagai masalah hidup tatkala ingin keluar dari jalur-Nya.

            Bagaimana dengan bangsa ini?  terlepas dari berbagi permasalahan yang terjadi, aku percaya bahwa bangsa ini juga akan menjadi lebih baik. 75 tahun Indonesia merdeka memang hukanlah waktu yang singkat. Sudah banyak hal yang  di alami, namun Tuhan masih memberkati dan melindungi bangsa ini. kemerdekaan Indonesia pun merupakan anugerah dari Tuhan. bangsa ini adalah bangsa yang unik dan luarbiasa indah, terlepas dari segala keterbatasan yang dimiliki. Segala dinamika dan tantangan menjadi bagian dari proses Tuhan untuk membuat bangsaku semakin teguh dalam kesatuan.

            Sekarang, apa yang dapat kuberi sebagai kado bagi bangsa ini? aku mungkin tidak akan bisa lagi menggunakan bambu runcing untuk membela bangsaku. Tapi, ketika aku menjadi warga yang taat pada aturan serta terus menjaga persatuan dan kesatuan, maka disinilah aku dapat menunjukkan identitasku sebagai warga yang benar-benar merdeka. Aku tetap optimis, meski dalam situasi pandemic bangsa ini akan terus dipimpin dan dipelihara oleh Tuhan. Ia yang memerdekakan, Ia juga yang akan memulihkan bangsa ini dari segala keadaan. Soli Deo Gloria


Tatengesan, 12 Agustus 2020

 


Minggu, 02 Agustus 2020

Bukan UsahakušŸ™…‍♀️

Bukan Usahaku              
Oleh: Pricilia K Wahongan
Mapanget, 02 Agustus 2020   

                            Titus 3:5 (TB) 
Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, 
 





        Hasil yang baik tentu harus disertai dengan usaha yang  maksimal. Jika anda ingin pekerjaan anda sempurna, jika anda ingin nilai anda di kelas sempurna, bahkan jika anda ingin mendapatkan penampilan yang sempurna, maka tentunya harus ada usaha yang sempurna juga.Tapi, bagaimana dengan hidup kekal? Bagaimana dengan keselamatan? Bagaimana dengan surga? Sudahkah anda melakukan yang sempurna untuk memperolehnya?


        Sayang seribu sayang nyatanya tak ada yang bisa mencapainya dengan standar Allah yang sempurna. Matius 5:48 (TB)  Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." Standar sempurnanya dunia berbeda dengan sempurnanya Allah yang tak menghendaki setitikpun kesalahan dalam diri kita. Dosa tak bisa diterima oleh Allah sebab Dia adalah Allah yang kudus, dan kita tahu sendiri apa akibat dari dosa itu meskipun pada kenyataannya mengetahui akibat terburuk dari sebuah tindakan tidak serta merta membuat orang takut, karena  kita memang telah kehilangan kemuliaan Allah. Roma 3:23 (TB)  Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.


     Tidak ada satupun perbuatan dari diri kita yang dapat menjadi alat tukar untuk kita bisa diselamatkan. Amal baik, ketekunan, kesetiaan, pendidikan, bahkan pelayanan yang mengatasnamakan Tuhan, sampai kapanpun tak akan bisa menyempurnakan ketidaksempurnaan kita. Mengapa? Karena pada dasarnya kita telah berdosa.


   Hanya di dalam Yesus Kristus kita mendapatkan jalan keluar dari persoalan ini. Kedatangan-Nya ke dalam dunia memberi kita harapan kekal. Kesakitan, pembantaian dan penyiksaan yang Dia alami memberi kita kesempatan untuk bisa bersatu dengan Allah. Ungkapan "sudah selesai" yang menembus udara Golgota menjadi bukti akan kasih-Nya yang sempurna.


      Dalam percakapan dengan Nikodemus, Yesus berkata kepadanya bahwa jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah (Yohanes 3:3). Secara logika dan akal kita yang terbatas, pernyataan Yesus ini tidaklah wajar. Namun, saat kita mengerti dan menerima Dia, kita pun dapat paham bahwa kita harus menanggalkan manusia lama kita dan hidup dalam pimpinan-Nya. Kita harus melepaskan apa yang kita andalkan selama ini, termasuk perbuatan-perbuatan yang menurut kita baik, tapi nyatanya tidak mampu menjadi korban yang sempurna untuk menyelamatkan kita.


Bersyukurlah untuk karya selamat-Nya bagi anda dan saya.

ingat, itu bukan usahamušŸ™…‍♀️ Soli Deo Gloria


Selamat hari minggu

PChrist_in

Minggu, 05 Juli 2020

DI BAWAH ATAP

    Lukas 2:49b (TB)
 Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" 




         Ada pepatah yang mengatakan "sejauh apapun kita melangkah, rumah adalah tempat kita kembali" bahkan ada pula yang mengatakan bahwa di luar rumah anda mungkin bisa menjadi orang lain, tapi di dalam rumah anda adalah sebagaimana diri anda. 

       Dalam kurun waktu ini, Tuhan mendidik saya untuk lebih memahami akan makna dari sebuah keluarga. Rumah menjadi sekolah saya yang selanjutnya untuk belajar banyak hal yang tidak dapat saya temukan di tempat pendidikan formal. Meski sepanjang hidup sebenarnya waktu saya lebih banyak dihabiskan di rumah dengan keluarga, namun proses untuk belajar bersama mereka tak pernah habis. Setiap hari selalu ada kisah baru, tantangan baru, bahkan ujian baru untuk terus semakin memperbaharui hidup diri saya sendiri dan pastinya anda juga. Terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah membuat saya sering berpikir, jika begini terus, bagaimana saya bisa melayani Allah? Bukankah rencana saya harus sejalan dengan rencana-Nya? Bukankah sebagai orang yang telah diselamatkan dalam kasih karunia-Nya, saya harus menghidupkan visi-Nya? Tapi, kenapa Tuhan masih menahan saya disini? Di bawah atap ini?

        Mungkin beberapa hal yang saya pikirkan di atas sama halnya dengan apa yang juga anda pikirkan. Ketika orang tua Yesus menemukan Yesus di bait Allah pada umur 12 tahun mereka telah menyaksikan akan apa sebenarnya panggilan Yesus lewat bagaimana ia bercakap dengan para pemimpin. Yesus seharusnya sejak saat itu sudah bisa merekrut murid dan berkhotbah dimana-mana. Tapi, apakah Dia melakukannya? Tidak. Dia pulang ke rumah, berada dibawah atap, belajar tentang keluarga-Nya, dan diproses di tempat kelahiran-Nya selama kurang lebih 30 tahun hidup-Nya sebelum kemudian memulai perjalanan pelayanan-Nya. 

    Ladang penginjilan dan pelayanan kita juga bisa jadi berada dibawah atap rumah kita. Ini bukan berarti bahwa anda dan saya tidak bisa pergi ke tempat yang jauh dan melakukan pelayanan-pelayanan yang spektakuler, seperti penginjilan di pedalaman, KKR di luar negeri, atau pengabdian bertahun-tahun di luar daerah. Tapi, alangkah baiknya juga jika kita memulainya dengan keluarga kita sendiri. Apa yang dapat menyebabkan anda berpikir bahwa keluarga anda akan mempercayai anda untuk pergi ke tempat yang jauh jika mereka sendiri tidak mempercayai anda di dalam rumah? Cintailah keluarga kita, nikmatilah proses bersama mereka karena sesungguhnya saat ini merekalah ladang yang semntara anda garap.

 Selamat hari minggu 
To God be the Glory 
Tatengesan, 5 Juli 2020 
 PChrist,_in        

Minggu, 28 Juni 2020

His mind was so deep and beautiful at the same time❤

Mazmur 139:17-18 (TB) 
 Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya! Jika aku mau menghitungnya, itu lebih banyak dari pada pasir. Apabila aku berhenti, masih saja aku bersama-sama Engkau. 

        Menurut perhitungan, manusia dewasa memiliki 70.000 pemikiran dalam sehari. Artinya, dari 86.400 detik dalam sehari, setiap 1,2 detik kita selalu dihinggapi pemikiran-pemikiran yang baru. Bukan tidak mungkin bahwa pemikiran-pemikiran ini lahir dari banyaknya hal yang terjadi dalam hidup.

Ada suka, ada duka.
Ada tawa ada tangis.
Ada keberhasilan ada juga kegagalan. 

   Pergantian peristiwa membuat kita terus menghasilkan buah-buah pemikiran yang sering menghasilkan berbagai pertanyaan. Mengapa ini harus terjadi Tuhan? Apa yang akan terjadi ke depan Tuhan? Bagaimana masa depanku Tuhan? Apa yang harus kulakukan Tuhan?

Pemikiran Allah tak dapat di selami oleh manusia, meskipun ribuan pertanyaan harus kita sampaikan. Terlalu dalam untuk diselami oleh pikiran kita yang terbatas. 

        Tuhan tidak pernah bermain dadu. Tak ada yang kebetulan. Rencana-Nya selalu indah meski banyak hal yang sering tidak kita pahami. Sebelum kita ada di dunia ini, Allah telah mengasihi kita dengan kasih-Nya, karena kita adalah pusat kasih Allah. Yeremia 1:5a "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau.

        Jika di saat ini, ada banyak hal yang mengganggu pikiran kita, entah itu masa depan ataupun masa lalu  entah itu kerinduan ataupun penyesalan, maka disini kita diajarkan untuk berserah dan berbenah. Mungkin saja, hidup yang kita jalani tujuannya belum jelas sehingga kita sering dilanda kekhawatiran. Mungkin saja prioritas kita belum tepat sehingga kita digerakkan oleh kecemasan. Maka, sudah tepat jika seharusnya kita lebih lagi memberi ruang bagi Allah dalam hidup kita. Kekhawatiran ada karna kita yang tidak sungguh-sungguh mempercayai-Nya dalam kehidupan. Keraguan ada karena kita yang masih mengandalkan pikiran kita yang terbatas tanpa menyadari bahwa pikiran Allah jauh lebih mulia.  

      Percayailah Dia, bersandarlah sepenuhnya kepada-Nya, dan ijinkan Dia mengambil alih pikiran anda yang sia-sia karena, lebih dalam dari semuanya itu, ia tak pernah salah dalam merancangkan sesuatu. Pikiran-Nya begitu dalam dan  indah secara bersamaan

Yesaya 41:10 (TB) janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.  


Tatengesan, 28 Juni 2020
PChrist_in

Minggu, 14 Juni 2020

Family, the first place to learn to love others



1 Samuel 16:11

Lalu Samuel berkata kepada Isai :”inikah anakmu semuanya?” jawabnya “masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba.” kata Samuel kepada Isai:”suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum dia datang kemari” 

harta yang paling berharga adalah keluarga 
istana yang paling indah adalah keluarga 
puisi yang paling bermakna adalah keluarga 
mutiara tiada tara adalah keluarga 

        Pernah mendengar lagu diatas? ya, lagu ini adalah lagu OST “Keluarga Cemara” yang dipopulerkan oleh Bunga Cita Lestari. Kata-kata yang indah dalam lagu ini sesungguhnya tidak seindah masalah dan dinamika yang terjadi dalam kisah di film ini, namun pesan dan pembelajarannya justru yang menjadi bekal yang indah bagi setiap penontonnya. Bagaimana dengan kita? apakah kata-kata indah di atas juga seindah kisah kita dalam keluarga? 

         Daud merupakan tokoh Alkitab yang banyak diceritakan dalam ibadah sekolah minggu. Anak-anak pada umumnya sangat senang mendengar kisah tentang Daud, apalagi mengenai peperangan Daud melawan orang Filistin, Khususnya Goliat yang takluk ditangannya hanya dengan menggunakan sebuah batu kecil dan ketapel (1 Samuel 17:40-58). Daud juga dikenal sebagai Raja yang di urapi oleh Tuhan melalui Samuel (1 Samuel 16:13), Daud pun dikenal sebagai sosok sahabat yang sangat dikasihi oleh Yonatan, anak Saul (1 Samuel 18:1-5). Banyak kisah tentang Daud termasuk cerita tentang perbuatan dosanya telah menjadi cerita populer dalam Alkitab yang selalu diceritakan. Tapi, coba kita kembali ke awal cerita, dimana Daud akan diurapi menjadi raja oleh Samuel. Ada kisah menarik yang terjadi saat itu. Saat Samuel hendak mengurapi anak-anak Isai dalam upacara pengorbanan di Betlehem, Daud tidak bersama-sama dengan ayah dan saudara-saudaranya melainkan sedang menggembalakan kambing domba.

              Bukankah anak bungsu seharusnya yang paling disayang dan dilindungi? bukankah anak bungsu adalah yang paling dimanja dan diperhatikan? itu berarti seharusnya anak bungsu pun akan di bawa kemana-mana oleh orang tuanya. Dari hal ini justru terlihat bahwa sesungguhnya sejak awal Daud sudah diproses dalam keluarganya bahkan sampai pada saat dia menjadi Raja dan sudah memiliki keluarga sendiri. Banyak tokoh Alkitab yang juga mengalami banyak dinamika dalam keluarganya, seperti Yusuf yang dibenci oleh saudaranya, Musa yang dibuang ke sungai oleh ibu kandungnya, dan banyak kisah lagi termasuk tentang Yesus yang lahir di tengah keluarga miskin dan menjadi anak anak tukang kayu.


        Saya dan anda juga ada di tengah-tengah keluarga yang tidak bisa kita pilih sebelum kita lahir. dalam sebuah drama korea yang saya tonton, ada kalimat yang terngiang dalam pikiran saya tentang keluarga ; “anda tidak bisa memilih seperti apa orang tua anda saat anda dilahirkan, tapi anda bisa memilih akan jadi seperti apa anda bagi orang tua yang telah ditentukan untuk anda” cukup lama saya mencerna arti dari kalimat ini lalu kemudian saya mendapatkan bahwa sesungguhnya tak ada yang kebetulah dalam rencana Allah. kelahiran kita bukanlah suatu kesalahan, dan keberadaan kita bukanlah hal yang tak diinginkan. Meskipun mungkin orang tua kita tidak menginginkan kita, namun kita lahir dengan latar belakang keluarga yang berbeda-beda justru bukan tanpa maksud. Mungkin kita merasa tidak dianggap oleh keluarga, mungkin kita merasa ditekan oleh keluarga, mungkin juga kita merasa tidak dihargai oleh keluarga kita, bahkan mungkin kita merasa kita adalah orang yang sudah dibuang dari daftar anggota keluarga, tapi yang perlu diingat adalah Allah dapat memakai berbagai cara untuk kita bisa mengenal akan apa artinya keluarga melalui sebuah dinamika. dari ditinggalkan kita belajar tentang bagaimana menemukan kasih yang sejati. dari tidak dihargai, kita belajar akan betapa berharganya hidup kita bagi Allah. dari dianiaya, kita belajar akan hidup yang senantiasa mengampuni. dan dari kekurangan, kita belajar akan betapa berlimpahnya hidup dalam kasih. masing-masing dari kita tentu punya banyak kisah dan cerita sebagai seorang anak dalam keluarga. Susah dan senang semua adalah satu dalam bingkai rasa yang mengajarkan kita tentang hukum utama, yaitu kasih terhadap sesama (Matius 22:39). pada akhirnya, seperti sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa jika kasih adalah hukum utama, maka tidak mengasihi adalah kegagalan terbesar (Joy Manik).

 Soli Deo Gloria 

 Tatengesan, 14 Juni 2020

 oleh : Pricilia Kristin Wahongan 


                                 Pchris-In  

Kamis, 04 Juni 2020

LEMAH LEMBUT MENDATANGKAN KEDAMAIAN 


  • Efesus 4:2 (TB) Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. 
  •  "Hidup itu punya banyak rasa"
  •     Istilah ini sering didengar dalam sebuah iklan produk kopi. Orang-orang yang banyak menghabiskan waktu di depan layar TV pasti tidak akan asing dengan kalimat ini, dan memang kalimat ini adalah benar. Perjalanan waktu yang terus berputar tidak serta merta membuat kita hanya duduk diam dan tenang-tenang saja tanpa menemui berbagi dinamika hidup. Ada saat kita merasa senang, ada saat kita merasa sedih bahkan ada saat dimana kita seolah mati rasa dengan kehampaan. Semua ini ada penyebabnya. Dan sekrang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana respon anda terhadap hidup yang katanya banyak rasa ini? Dalam kitab Efesus, ada istilah yang meluruskan sikap kita yang tidak menyenangkan, yaitu lemah lembut. Sikap yang menunjukkan kebaikan dan kemurahan hati dalam diri sesorang. Lemah lembut berarti mau menerima keterbatasan dan kekurangan orang lain tanpa melampiaskannya melalui bentakan, hentakkan bahkan amarah. 
  •     Dalam Galatia 5:22-23 sendiri berkata bahwa kelemah lembutan merupakan bagian dari buah Roh. Jika dalam keluarga saja kita belum bisa lemah lembut, pertanyaannya apakah hidup kita sudah benar-benar dipimpin oleh Roh Kudus? Memang tidak mudah ketika kita harus tenang dan diam sebagai respon atas kata-kata kasar, dan memang cukup sulit ketika kita harus lembut dan tenang saat diihasut, tapi selama kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus, memohon Dia untuk memampukan kita bersikap sesuai dengan kehendak-Nya. Allah sendiri tidak ingin kata-kata kasar yang melukai hati orang lain keluar dari mulut kita, anak yang Ia kasihi. Tuhan Yesus telah menebus segala dosa kita dengan anugerah-Nya termasuk dosa kita yang suka bersikap kasar terhadap orang lain. Jika untuk bisa lemah lembut saja kita tidak bisa menyangkal diri dan menampakkannya dalam hidup, kini yg harus direnungkan sekali lagi adalah apakah kita telah benar-benar mengasihi-Nya? Apakah kita benar-benar sadar seberapa besar yang Yesus korbankan untuk kita? Apakah kita benar-benar sudah menjadi orang yang tahu berterimakasih? Jika perbuatan baik adalah ungkapan terimakasih kita kepada-Nya, mengapa untuk bisa lemah lembut saja kita tidak bisa melakukannya. Kita terlalu berat mengorbankan ego kita, padahal dosa saya dan anda yang begitu berat telah dipikul-Nya. 
  •        Belajarlah lemah lembut dari Tuhan Yesus, selama kita mau belajar untuk tetap dan selalu menyerahkan hidup kita pada-Nya, Dia pasti memampukan kita. Soli Deo Gloria     

Selasa, 26 Mei 2020

Guru, Kewajiban atau Panggilan

Matius 28:20 (TB) dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

      Coretan kapur diatas papan hitam, setumpuk kertas yg penuh dengan ilmu dan pengajaran, dinding yang tidak rata dan berlubang, serta beberapa kursi yang goyang adalah beberapa hal yang hinggap di ingatan saya saat masih sekolah. Begitu banyak momen suka dan sedih terbingkai menjadi satu memori berharga yang sulit dilupakan, dan satu diantaranya yg paling membekas baik dalam hati maupun pikiran adalah sosok seorang guru. 

       Dulu, guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang tidak di gaji, tidak diberi kenaikan pangkat, apalagi diberi tunjangan. Hanya sebuah kenangan dan penghormatan yang tinggi dari mereka yang boleh menerima ajaran didikannya yang menjadi nilai mahal penyuntik semangat sang pahlawan ini, dulunya. 

          Pada kenyataannya, kehormatan seorang guru bukan hanya terletak pada kecakapan dan perilakunya yang baik tapi kehormatan yang diberikan Kristus untuk menjadi guru yang mengajarkan kebenaran injil. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan Roma 1:16 (TB) Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Terlalu banyak orang menyebut diri guru tapi justru bukan mendidik anak pada kebenaran, namun membawa diri pada kenikmatan ataupun tenggelam dalam kesibukan.

       Dalam injil Matius, terdapat catatan penting sesaat sebelum Yesus terangkat ke sorga yang dikenal sebagai "Amanat Agung". Walau kata kerja utamanya adalah menjadikan murid, namun kata "ajarlah" juga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses "menjadikan". Tak cukup hanya teori, tapi transformasi hidup. Transformasi hidup bukan hanya soal perilaku yang baik, tapi juga mau menyatakannya dalam perkataan injil. Guru bukan hanya kewajiban seorang dengan gelar pendidikan, tapi juga panggilan. Guru yang paham panggilan tidak hanya menjadikan sekolah sebagai ladang ilmu, tapi juga ladang penginjilan dan pemuridan yang membawa anak kepada Kristus. Seorang guru yang paham panggilan tidak juga hanya belajar tentang Kristus tapi juga terus belajar kepada Kristus. Inilah nilai utamanya sebuah panggilan.

 Soli Deo Gloria 
 Tatengesan, 26 Mei 2020 

PChrist_in

Rabu, 13 Mei 2020

STAY AT HOME


STAY AT HOME


Efesus 4:2
Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.


Saya tak pernah menduga bahwa tahun ini akan terasa sangat berbeda. Banyak istilah-istilah baru yang muncul selama tiga bulan terakhir ini,   dua diantaranya adalah Work From Home (WFH) dan stay at home. Kata “Home” memiliki arti yang dalam dibandingkan “House”. Mengapa? Karena “Home” bukan hanya bicara tentang bangunan yang disebut rumah, tapi lebih dari itu ia justru melibatkan orang-orang di dalamnya yang sering kita sebut dengan istilah keluarga.

Saya pernah mendengar kalimat seperti ini : tidak masalah seberapa besar rumah kita, yang penting ada cinta di dalamnya. Kalimat ini sangat menyentuh sekaligus menjadi bahan introspeksi bagi saya secara pribadi. Saya tidak sedang menunjukkan bahwa rumah saya besar. karena pada kenyataannya tidaklah demikian. tapi lebih kepada esensi hidup dalam keluarga yang seharusnya didasari oleh rasa cinta kasih. Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1 korintus 13:4).

       Selama #dirumahaja relasi kita dengan sesama anggota keluarga mulai teruji seiring berjalannya waktu. Ada yang berkata bahwa sejak adanya anjuran pemerintah untuk stay at home hubungan dan relasi dengan keluarga semakin erat. Tapi, fakta bahwa banyak yang justru merasakan sebaliknya ternyata tak dapat di pungkiri juga. seperti istilah kebalikan dari “jauh di mata dekat di hati”, menjadi “dekat di mata jauh di hati”. Yang hobi drama korea menghabiskan waktunya berjam-jam  mengurung diri di kamar untuk menonton dan nanti bertegur sapa dengan keluarga saat hendak makan. Yang hobi game online menghabiskan waktu semalaman untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Yang sibuk dengan tuntutan kerja makin tak kenal waktu lagi karena banyaknya tambahan tugas yang harus di buat akibat efek dari kerja dirumah. Semua sibuk dengan kesibukan dan kenyamanan masing-masing hingga tidak menyadari bahwa kenyamanan diri juga adalah musuh dari kekristenan.

      Syukur kepada Yesus Kristus yang telah mengajarkan kita tentang pentingnya sebuah relasi dalam kasih. Relasi kita yang rusak dengan Allah dipulihkan oleh pengorbanan-Nya, sehingga oleh anugerah-Nya, kita yang sebenarnya tidak layak telah dilayakkan menjadi bagian dalam keluarga Allah. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus dikatakan bahwa perbedaan akan teratasi ketika kasih terealisasi. Orang yang mau berelasi dengan Tuhan akan mau belajar saling memahami antar pribadi di dalam rumah dan bukannya saling menghakimi. Justru, dalam situasi seperti ini kita dituntut untuk saling membangun, saling menopang dan menyemangati di tengah-tengah keterbatasan kita masing-masing. Memang tidak mudah. Untuk itulah dibutuhkan penyangkalan diri. Menyangkal diri bukan berarti meniadakan konflik atau masalah bahkan dinamika dalam keluarga, tapi menjadikannya sebagai bagian dari proses untuk pendewasaan diri tapi juga pembelajaran agar kedepan menjadi lebih baik dan mampu membawa damai kasih dalam keluarga. stay love each other.

To God be The Glory


Tatengesan, 12 Mei 2020
PChrist_in



Selasa, 28 April 2020

KEPASTIAN


2 Korintus 5 : 17
Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan yang baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “Pasti”  artinya sama dengan sudah tetap; tidak boleh tidak; tentu; dan mesti. Sesuatu yang pasti seharusnya tidak akan mungkin bisa dibatalkan oleh apapun, karena jika batal maka itu bukan lagi kepastian tapi pengharapan yang palsu. Seorang teman pernah bercerita kepada saya bahwa ia adalah orang yang paling benci dengan seorang yang suka memberikan harapan palsu kepada dirinya, alias PHP. Saya tertawa dan mengatakan kepadanya bahwa, semua orang juga demikian karena perasaan penuh harap yang sudah melambung tinggi lalu tiba-tiba jatuh sangatah tidak nyaman dan menyakitkan tentunya. Pada akhirnya,  PHP hanya akan menghasilkan kekecewaan, kehilangan kepercayaan, dan kesedihan begi mereka yang menjadi korbannya. Saya rasa orang-orang muda seperti saya pasti kenal betul dengan perasaan seperti ini.

Sekarang, mari kembali membahas kepastian dari sudut pandang lain. Bagaimana dengan Kepastian dari Allah? Janji Allah yang mana yang mengandung kepastian yang kekal? Allah berjanji untuk terus menyertai kita anak-anakNya, itu hal yang pasti ( Ibr 13:5c). Meski ada banyak dinamika hidup yang kita alami, tapi sesuai janji-Nya bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan, bakan hal yang paling luar biasa adalah bukan hanya hidup yang saat ini kita jalani tapi juga hidup yang akan datang.  Keselamatan yang dari pada-Nya Ia berikan menjadi sebuah kepastian yang tidak dapat digagalkan oleh mahkluk manapun (Roma 8:38-39).

Saya teringat ketika masih berstatus mahasiswa saya terlibat dalam sebuah kelompok pemuridan. kakak kelompok saya sempat berkata begini: “setelah selesai dari tempat ini dan mulai menjalankan aktivitas sebagai seorang alumni, tidak sedikit teman-teman kalian yang sebelumnya juga aktif dalam kelompok kecil dan kegiatan rohani seperti ini mulai ragu dengan kepastian keselamatan diri mereka sendiri. Padahal, sebelumnya mereka adalah orang yang aktif dalam pelayanan bahkan penginjilan kini kehilangan visi”. Mendengar hal ini saya menjadi bingung sendiri. Apakah mungkin, orang yang telah menerima Yesus sebagai juruselamat dan Tuhan dengan sungguh-sungguh seiring berjalannya waktu bisa meragukan kepastian keselamatan yang telah ia miliki? Pertanyaan ini pun terjawab ketika saya sendiri mengalaminya. 

Ketika lulus dari perkuliahan dan menjalani hidup jauh dari komunitas bertumbuh, saya sempat jauh dengan persekutuan pribadi dengan Tuhan. Perlahan, kebiasaan manusia lama saya muncul hingga ada titik dimana saya kembali mempertanyakan iman bahkan janji Allah , “apakah aku benar-benar sudah jadi anakMu Tuhan?” atau “apakah aku masih layak Tuhan?” bahkan timbul pertanyaan “apakah aku masih bisa selamat ?” 

Jika anda membaca tulisan saya saat ini, dan kemudian menyadari bahwa anda juga mengalami posisi seperti yang saya alami, maka mari kita refleksikan sama-sama. Anda dan saya sebelumnya sudah percaya sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus yang telah datang kedunia ini, meninggalkan surga yang mulia dan merendahkan diri menjadi manusia yang menderita bahkan sampai mati dikayu salib agar saya dan anda diselamatkan. Anda dan saya telah menjadi ciptaan yang baru (2 Kor 5:17). Tapi, tiba-tiba sifat lama kita muncul seperti emosi yang dulunya sudah stabil kini kembali tak normal, semangat melayani yang dulunya berkobar-kobar kini padam, atau bahkan mungkin ada dosa yang kita lakukan yang membuat kita merasa butuh kembali pengampuan dari Allah sehingga kita pun meragukan kepastian keselamatan yang kita miliki. Adakah yang salah disini? Apakah keselamatan yang Yesus berikan bisa dibatalkan padahal kita tahu sendiri bahwa yang pasti yang berasal dari Allah tidak akan bisa berubah menjadi sesuatu yang relatif. Orang yang percaya menerima janji keselamatan satu kali untuk selama-lamanya, dan tidak ada yang bisa menggagalkannya, bahkan jika itu Allah sendiri (2 Tim 2:2).
Bukankah ini hal yang sangat luarbiasa?

Diselamatkan karena kasih karunia, diberikan kepatian secara sempurna.

Hanya saja, ada hal yang perlu diingat dan ditanam dalam lubuk hati yang terdalam bahwa: Kepastian Keselamatan bukan surat izin untuk berbuat dosa. Kita bisa saja berbuat dosa atau masih membawa kebiasaan lama kita, karena seperti tanaman yang butuh proses untuk bisa menghasilkan buah, maka demikianlah halnya bagi kita orang percaya. Iman yang benar nyata dari perbuatan yang benar (Yakobus 2:17). Sekalipun prosesnya lama, tapi harus ada perubahan menuju karakter Kristus karena kita sudah menjadi ciptaan yang baru.
Ingatlah. Kepastian keselamatan dari Tuhan merupakan jaminan terbesar dan terkokoh bagi kita yang percaya dan yang telah mengalami karya keselamatan Kristus secara pribadi. Jaminan keselamatan tidak terletak pada kesetian dan kebaikan kita yang mudah rapuh dan lelah untuk berpegangan pada tangan Allah, tapi terletak pada janji dan Firmannya (Yohanes 10:28).


Soli Deo Gloria
Tatengesan, 28 April 2020 (pagi-pagi benar di hari selasa :D)
PChrist_in