Salah satu hal yang menjadi tantangan dalam kepribadian saya adalah ketika saya terlalu menggantungkan diri pada apa yang orang lain pikirkan tentang saya. Misalkan ada hal yang saya kurang setujui namun saya bersikap seolah menyetujuinya agar tidak dinilai sebagai orang yang kaku atau tidak sefrekuensi. Buruknya,sikap seperti ini berlangsung dalam waktu yang lama dan terus berulang. Dalam momen refleksi diri, saya mendapati bahwa saya adalah orang yang menghadirkan kedamaian semu. Ada titik dimana saya merasakan krisis jati diri karena berpura-pura dalam banyak hal termasuk dalam pelayanan yang Tuhan percayakan saat ini.
Saya merasa bahwa ini tidak hanya dialami oleh saya seorang diri. Banyak dari kita yang sering merasa bersalah jika memiliki pemahaman berbeda dengan orang lain. Kita ingin disukai dan tidak ingin mengecewakan orang lain. Kita mungkin berpikir bahwa jika kita berkata "tidak" pada orang lain adalah sesuatu yang terasa tidak seperti yang Kristus inginkan. Tapi, mari renungkan teladan Yesus. Apakah Dia mengecewakan orang lain atau tidak:
• Dia berkata "tidak" pada kerumunan orang yang ingin menjadikan-Nya raja (Yoh 6:14-16)
• Dia berkata "tidak" kepada Petrus yang menginginkan-Nya untuk menghindari Salib (Mat 16:21-23)
• Dia berkata "tidak" kepada keluarga-Nya yang ingin supaya Dia kembali pulang (Mrk 3:31-34)
• Dia berkata "tidak" pada orang-orang yang ingin supaya Dia turun dari salib demi memastikan bahwa Dia adalah Anak Allah (Luk 23:35-39)
Jika Yesus tidak berkata "tidak", karena takut mengecewakan orang lain maka misi keselamatan tidak akan terlaksana. Dia akan hidup menurut ekspetasi orang lain dan bukan berdasarkan harapan-Nya sendiri seandainya Dia melakukannya.
Saya bersyukur bagian ini boleh kembali ingatkan saya bahwa kita harus mampu mengatan "tidak" jika kita ingin mampu berkata "ya" yang sehat. Selama ini saya terbalut dengan karakter penurut padahal sebenarnya dalan hati ada rasa tidak nyaman dan keterpaksaan. Tentunya ini dalam konteks yang benar. Jika saya salah, maka saya pun akan terbuka dengan teguran dan arahan orang lain. Namun yang saya mau sampaikan dalam konteks ini adalah sikap atau tindakan yang kurang bijak (ini bukan tentang tindakan yang salah) namun tetap saya iyakan demi menjaga perasaan orang lain yang kemudian ujungnya menghasilkan kemarahan dalam hati.
Bagi orang berkarakter introvert ini memang bukanlah hal mudah. Namun, Tuhan akan menolong kita untuk bisa memikirkan dan bertidak yang tepat meskipun konsekuensinya ada ketidaksepahaman dengan orang lain. Amin
0 komentar :
Posting Komentar