Salah satu hal yang saya syukuri adalah ketika boleh
menyelesaikan bacaan buku ini. Dengan berbagai kendala baik dari luar maupun
oleh karena diri sendiri, akhirnya saya bisa berada pada halaman yang ke 262
sebelum berada pada catatan-catatan kutipan pustaka sebagai penutup.
Saya tidak dalam konsep untuk merivew buku ini, tapi lebih
kepada menceritakan kembali apa yang saya terima atau bagaimana Tuhan berbicara
kepada saya melalui buku yang ditulis oleh seorang bernama Peter Scazzero ini.
Ada yang berkata bahwa umur tidak menjadi tolak ukur
seseorang menjadi dewasa. Dalam hal kerohanian pun saya punya pandangan bahwa
keaktifan seseorang melibatkan diri dalam pelayanan juga bukan menjadi patokan
akan tidak atau adanya kedewasaan orang tersebut secara rohani. Buku ini
memberikan gambaran bahwa dewasa secara rohani mustahil kita alami tanpa adanya
kedewasaan dalam emosi kita. Penulis menggambarkan bagaimana tanda dari orang
yang tidak dewasa secara emosi sampai kepada bagaimana kita dapat menjadi orang
yang dewasa secara emosi. akhir buku ini pun menarik, karena disuguhkan dengan
langkah-langkah untuk kita membuat aturan hidup yang menuntun kita untuk sehat
secara emosi dan rohani. Salah satunya adalah melakukan ibadah harian. Ada
panduan yang diberikan untuk para pembaca.
Dalam buku ini, penulis menceritakan juga bahwa ia sempat
berhenti (Sabat) dari segala rutinitas tersebut demi kesehatan emosi dan kedewasaan
rohaninya sendiri. Hal ini diperlukan agar kita tidak menjadi pembawa damai
palsu. Berusaha merangkul dan menuntun orang lain untuk bertumbuh, bahkan kita
sendiri pun menunjukkan diri selayaknya orang yang bertumbuh, namun sebenarnya
ada bongkahan es yang tidak tersentuh dalam diri kita. Akar kita sama sekali tidak terjamah atau
tersentuh. Kenapa demikian? Karena kita tidak menikmati Kristus dalam hidup
kita sendiri. Kita sering sibuk bagi Tuhan tapi justru tidak memiliki
kebersamaan dengan Tuhan.
Membaca buku ini seperti bercermin kepada diri saya sendiri
yang sering menghindari konflik, menunjukkan diri sebagai orang Kristen yang
taat dan yang mengasihi Kristus, namun pada akhirnya sering mengeluh, sering
merasa lelah, bahkan membenci orang lain dalam diam. Pada akhirnya semua ini
menekan saya dan membuat segala hal yang saya lakukan terasa memuakkan. Saya
sadar sepenuhnya bahwa sampai saat ini saya masih terus berproses dalam
spiritual yang sehat secara emosi. saya masih belajar untuk berserah pada
kehendak-Nya, dan membiarkan Roh Kudus menolong saya untuk bertumbuh didalam-Nya meskipun secara perlahan, dan meninggalkan segala tindakan yang membuat saya justru stunting secara rohani. Dengan demikian kasih terhadap Allah, kasih terhadap sesama bahkan
diri sendiri dapat terus terwujud. Kasih tidak akan pernah gagal untuk
mengajarkan apa yang seharusnya kita lakukan. Mari biarkan Tuhan untuk terus menjangkau bagian hidup kita bahkan yang terdalam sekalipun. amin
0 komentar :
Posting Komentar