Rabu, 13 Mei 2020

STAY AT HOME


STAY AT HOME


Efesus 4:2
Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.


Saya tak pernah menduga bahwa tahun ini akan terasa sangat berbeda. Banyak istilah-istilah baru yang muncul selama tiga bulan terakhir ini,   dua diantaranya adalah Work From Home (WFH) dan stay at home. Kata “Home” memiliki arti yang dalam dibandingkan “House”. Mengapa? Karena “Home” bukan hanya bicara tentang bangunan yang disebut rumah, tapi lebih dari itu ia justru melibatkan orang-orang di dalamnya yang sering kita sebut dengan istilah keluarga.

Saya pernah mendengar kalimat seperti ini : tidak masalah seberapa besar rumah kita, yang penting ada cinta di dalamnya. Kalimat ini sangat menyentuh sekaligus menjadi bahan introspeksi bagi saya secara pribadi. Saya tidak sedang menunjukkan bahwa rumah saya besar. karena pada kenyataannya tidaklah demikian. tapi lebih kepada esensi hidup dalam keluarga yang seharusnya didasari oleh rasa cinta kasih. Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1 korintus 13:4).

       Selama #dirumahaja relasi kita dengan sesama anggota keluarga mulai teruji seiring berjalannya waktu. Ada yang berkata bahwa sejak adanya anjuran pemerintah untuk stay at home hubungan dan relasi dengan keluarga semakin erat. Tapi, fakta bahwa banyak yang justru merasakan sebaliknya ternyata tak dapat di pungkiri juga. seperti istilah kebalikan dari “jauh di mata dekat di hati”, menjadi “dekat di mata jauh di hati”. Yang hobi drama korea menghabiskan waktunya berjam-jam  mengurung diri di kamar untuk menonton dan nanti bertegur sapa dengan keluarga saat hendak makan. Yang hobi game online menghabiskan waktu semalaman untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Yang sibuk dengan tuntutan kerja makin tak kenal waktu lagi karena banyaknya tambahan tugas yang harus di buat akibat efek dari kerja dirumah. Semua sibuk dengan kesibukan dan kenyamanan masing-masing hingga tidak menyadari bahwa kenyamanan diri juga adalah musuh dari kekristenan.

      Syukur kepada Yesus Kristus yang telah mengajarkan kita tentang pentingnya sebuah relasi dalam kasih. Relasi kita yang rusak dengan Allah dipulihkan oleh pengorbanan-Nya, sehingga oleh anugerah-Nya, kita yang sebenarnya tidak layak telah dilayakkan menjadi bagian dalam keluarga Allah. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus dikatakan bahwa perbedaan akan teratasi ketika kasih terealisasi. Orang yang mau berelasi dengan Tuhan akan mau belajar saling memahami antar pribadi di dalam rumah dan bukannya saling menghakimi. Justru, dalam situasi seperti ini kita dituntut untuk saling membangun, saling menopang dan menyemangati di tengah-tengah keterbatasan kita masing-masing. Memang tidak mudah. Untuk itulah dibutuhkan penyangkalan diri. Menyangkal diri bukan berarti meniadakan konflik atau masalah bahkan dinamika dalam keluarga, tapi menjadikannya sebagai bagian dari proses untuk pendewasaan diri tapi juga pembelajaran agar kedepan menjadi lebih baik dan mampu membawa damai kasih dalam keluarga. stay love each other.

To God be The Glory


Tatengesan, 12 Mei 2020
PChrist_in



0 komentar :

Posting Komentar