STAY
AT HOME
Efesus
4:2
Hendaklah
kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal
saling membantu.
Saya tak
pernah menduga bahwa tahun ini akan terasa sangat berbeda. Banyak
istilah-istilah baru yang muncul selama tiga bulan terakhir ini, dua diantaranya adalah Work From Home (WFH) dan stay
at home. Kata “Home” memiliki
arti yang dalam dibandingkan “House”.
Mengapa? Karena “Home” bukan hanya
bicara tentang bangunan yang disebut rumah, tapi lebih dari itu ia justru melibatkan
orang-orang di dalamnya yang sering kita sebut dengan istilah keluarga.
Saya pernah
mendengar kalimat seperti ini : tidak masalah seberapa besar rumah kita,
yang penting ada cinta di dalamnya. Kalimat ini sangat menyentuh sekaligus
menjadi bahan introspeksi bagi saya secara pribadi. Saya tidak sedang
menunjukkan bahwa rumah saya besar. karena pada kenyataannya tidaklah demikian.
tapi lebih kepada esensi hidup dalam keluarga yang seharusnya didasari oleh
rasa cinta kasih. Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia
tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1 korintus 13:4).
Selama #dirumahaja relasi kita
dengan sesama anggota keluarga mulai teruji seiring berjalannya waktu. Ada yang
berkata bahwa sejak adanya anjuran pemerintah untuk stay at home hubungan dan relasi dengan keluarga semakin erat.
Tapi, fakta bahwa banyak yang justru merasakan sebaliknya ternyata tak dapat di
pungkiri juga. seperti istilah kebalikan dari “jauh di mata dekat di hati”,
menjadi “dekat di mata jauh di hati”. Yang hobi drama korea menghabiskan
waktunya berjam-jam mengurung diri di
kamar untuk menonton dan nanti bertegur sapa dengan keluarga saat hendak makan.
Yang hobi game online menghabiskan waktu semalaman untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Yang sibuk dengan tuntutan kerja makin tak kenal waktu lagi karena
banyaknya tambahan tugas yang harus di buat akibat efek dari kerja dirumah.
Semua sibuk dengan kesibukan dan kenyamanan masing-masing hingga tidak
menyadari bahwa kenyamanan diri juga adalah musuh dari kekristenan.
Syukur kepada Yesus Kristus yang
telah mengajarkan kita tentang pentingnya sebuah relasi dalam kasih. Relasi
kita yang rusak dengan Allah dipulihkan oleh pengorbanan-Nya, sehingga oleh
anugerah-Nya, kita yang sebenarnya tidak layak telah dilayakkan menjadi bagian
dalam keluarga Allah. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus dikatakan
bahwa perbedaan akan teratasi ketika kasih terealisasi. Orang yang mau berelasi
dengan Tuhan akan mau belajar saling memahami antar pribadi di dalam rumah dan
bukannya saling menghakimi. Justru, dalam situasi seperti ini kita dituntut
untuk saling membangun, saling menopang dan menyemangati di tengah-tengah
keterbatasan kita masing-masing. Memang tidak mudah. Untuk itulah dibutuhkan
penyangkalan diri. Menyangkal diri bukan berarti meniadakan konflik atau
masalah bahkan dinamika dalam keluarga, tapi menjadikannya sebagai bagian dari
proses untuk pendewasaan diri tapi juga pembelajaran agar kedepan menjadi lebih
baik dan mampu membawa damai kasih dalam keluarga. stay love each other.
To God be The Glory
Tatengesan, 12 Mei 2020
PChrist_in
0 komentar :
Posting Komentar