Kamis, 30 Januari 2020

let's get out of the comfort zone



Lukas 19 : 3-4
(3) Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak sebab badannya pendeek.(4) maka berlarilah ia mendahului orang banyak lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat disitu.
Setiap orang diciptakan dengan berbagai keunikan. Salah satunya adalah karakater yang melekat dalam dirinya. Bahkan saya pernah mendengar istilah bahwa nilai hidup seseorang tercermin melalui karakter yang sering dia tunjukkan setiap hari.
Saya mengenal karakter diri sendiri ketika memasuki tahun pertama di perguruan tinggi,  dan hasilnya adalah saya memiliki karakter Plegmatis-melankolis. Orang seperti ini cenderung menjadi orang yang anti-sosial, tertutup, pendiam, tipe pemikir namun terlalu plin-plan dalam mengambil keputusan karena selalu bergantung pada perasaan, dan yang pasti orang seperti ini adalah orang yang susah keluar dari zona nyaman.
Berbicara tentang zona nyaman, saya adalah orang yang paling susah keluar dari lingkaran itu. Kebiasaan yang suka menyendiri dan tak ingin terlibat masalah membuat saya harus diam di tempat tanpa melakukan apa-apa. Ketika menempuh pendidikan di Sekolah Mengengah Atas, saya di kenal dengan pribadi yang “dingin” di kelas. Bicara seperlunya, seadanya dan sewajarnya. Saya hanya akrab dengan orang-orang yang care dengan saya. Saya orang yang sangat jarang dengan istilah “inisiatif” karena pada dasaranya saya adalah orang yang “pasif”. Saya akan menyapa jika ada yang menapa saya terlebih dahulu, Tersenyum jika ada yang tersenyum lebih dulu, dan berbicara jika ada yang mengajak bicara lebih dulu. Kebiasaan seperti ini terus melekat dalam diri saya sehingga di masa itu saya punya sedikit sekali sahabat. Orang- orang kebanyakan hanya akan mendekat jika memang ada perlunya, tapi jika tidak maka saya seperti angin lalu saja. Namun, saya senang dengan situasi seperti ini. Tenang, aman, tak banyak masalah. Saya mulai menikmati zona nyamannya saya.
Ketika mengenal Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, saya menemukan hal yang luarbiasa. Kelemahan dari karakter kita bukanlah alasan untuk tidak bersaksi tentang-Nya. Kita diselamatkan karena kasih karunia didalam iman kepada Yesus Kristus yang telah mati dikayu salib untuk mematikan kematian kita. Hanya dengan percaya kita diselamatkan. Tapi,untuk menjadi pengikutnya, maka harus ada yang diperjuangkan, salah satunya berupaya meninggalkan zona nyamannya kita.hal ini saya mulai ketika diberi tugas untuk belajar bersaksi tentang Kristus kepada orang lain melalui training penginjilan. Sebelum masuk pada percakapan injil, saya harus bersahabat terlebih dahulu dengan kawan bicara saya. Artinya, harus ada percakapan ringan yang didahului dengan perkenalan tentunya, jika orang tersebut adalah orang yang baru saya jumpai. Dari hal ini tentunya saya tidak boleh menunggu kawan bicara saya bicara terlebih dahulu. Harus saya yang memulai. Dan ini bukanlah hal yang mudah bagi saya. Mengapa, karena kasus seperti ini diibaratkan seperti pesawat yang akan lepas landas. Butuh kefokusan untuk seorang pilot agar pesawat bisa terbang dengan selamat. Demikian juga, jika kita gagal dalam hal persahabatn, maka cerita injil tersebut akan susah untuk diceritakan. Hal ini sungguh sangat membantu saya secara pribadi. Perlahan saya mulai keluar dari zonanya saya. Kasih kepada sesame dengan membagikan kabar sukacita menjadi pendorong bagi saya untuk tidak berdiam dalam comfort zone yang saya buat. Saya tidak harus menghilangkan karakter plegmatis saya, karena itu bukanlah sesuatu yang dapat dihilangkan dengan mudah meskipun ada beberapa factor yang bisa membunuh karakter seseorang. tapi justru kelemahan sebuah karakter bukanlah penghambat bagi kita untuk menyatakan kasih-Nya, tapi sebagai dorongan untuk lebih semangat dan berani. Dan bagi saya hal ini adalah bagian dari kita yang mau ikut memikul salib-Nya.   
Memasuki dunia alumni, justru saya kembali diperhadapkan dengan kelemahan karakter saya yang satu ini. pada hari kemarin, wajah saya seperti ditampar ketika mendengar bahwa salah satu guru Sekolah Menegah Pertama mengadu kepada teman-teman saya tentang sikap saya yang kurang sopan karena setiap berpapasan dijalan saya tidak menegurnya. Meskipun hal ini dilakukan tanpa sengaja karena setiap berpapasan, kami sama-sama mengendarai sepeda motor dan pada saat itu saya selalu focus pada pandangan tegak lurus kedepan sehingga tidak terlalu memperhatikan kendaraan yang lalu lalang disamping. Terkadang juga saya nanti menyadarinya ketika kendaraan guru  sudah melewati saya. Mendengar hal ini, saya merasa sangat kecewa dengan diri saya yang pasif dan tidak seperti teman-teman saya yang lainnya. Label introvert seakan susah untuk dilepaskan dari diri saya.  Jauh dari sahabat-sahabat dekat dan komunitas yang selalu mengingatkan, justru perlahan membuat saya mulai tergiur untuk terus hanyut dalam zona nyamannya saya. Kisah tentang zakheus kembali mengingatkan saya akan satu hal bahwa mengikut Kristus harus ada yang dikorbankan, salah satunya adalah zona nyaman. Kabar tentang Anak Tukang Kayu yang menggemparkan seluruh penduduk membuat Zakheus ingin melihat Tuhan Yesus secara langsung. Keterbatasan tubuhnya yang pendek membuat dia harus bersusah payah lari di antara banyaknya orang, bahkan rela memanjat pohon agar bisa melihat Yesus. Tak hanya itu, dia pun harus rela mendengar hujatan dan makian orang-orang tentang dirinya. Dan bukti dari sukacitanya ketika berjumpa dengan Kristus adalah saat dia mau mambagikan sebagian harta miliknya dan mengembalikan segala sesuatu yang dia peras dari orang lain sebanyak empat kali lipat dari jumlah yang di perasnya. Mengapa hal ini terjadi? Karena sesungguhnya perubahan hidup yang radikal, tidak dapat diraih dengan cara biasa saja. Selalu dibutuhkan keberanian dan tindakan ekstra, yaitu berani keluar dari zona nyaman. Meskipun dalam alkitab ada beberapa tokoh yang berani keluar dari zona nyaman, tapi tokoh Zakheus hari ini kembali menjadi pengingat bagi saya secara pribadi akan siapa saya sesungguhnya. Zakheus berarti “bersih”. Si bersih yang kotor najis telah menjadi Si Bersih sejati. Perjumpaan hidup secara personal dengan Tuhan Yesus itulah menjadi titik balik berubahnya Zakheus secara total.
Hidup jauh dari komunitas yang menuntunmu bertumbuh mengenal Kristus bukanlah alasan untuk kita kembali di zona nyamannya kita, tapi justru dengan hal ini kita harus lebih semangat untuk berkarya di zonanya Kristus. Roh Kudus yang tinggal diam didalam hidup kita akan terus menjadi pengingat dan penolong untuk kita berjalan dalam jalannya Tuhan. Bawaan karakter bukanlah alasan untuk kita terus mengikatkan diri pada zona kita, tapi  untuk membuat kita semakin belajar akan karakter Kristus yang sempurna.
Soli Deo Gloria
Tatengesan, 30 Januari 2020
PChrist_inW

1 komentar :