Kamis, 30 Januari 2020
let's get out of the comfort zone
Lukas 19 : 3-4
(3) Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus
itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak sebab badannya pendeek.(4)
maka berlarilah ia mendahului orang banyak lalu memanjat pohon ara untuk
melihat Yesus, yang akan lewat disitu.
Setiap
orang diciptakan dengan berbagai keunikan. Salah satunya adalah karakater yang
melekat dalam dirinya. Bahkan saya pernah mendengar istilah bahwa nilai hidup
seseorang tercermin melalui karakter yang sering dia tunjukkan setiap hari.
Saya mengenal karakter diri sendiri ketika memasuki tahun pertama di
perguruan tinggi, dan hasilnya adalah
saya memiliki karakter Plegmatis-melankolis. Orang seperti ini cenderung
menjadi orang yang anti-sosial, tertutup, pendiam, tipe pemikir namun terlalu
plin-plan dalam mengambil keputusan karena selalu bergantung pada perasaan, dan
yang pasti orang seperti ini adalah orang yang susah keluar dari zona nyaman.
Berbicara
tentang zona nyaman, saya adalah orang yang paling susah keluar dari lingkaran
itu. Kebiasaan yang suka menyendiri dan tak ingin terlibat masalah membuat saya
harus diam di tempat tanpa melakukan apa-apa. Ketika menempuh pendidikan di
Sekolah Mengengah Atas, saya di kenal dengan pribadi yang “dingin” di kelas.
Bicara seperlunya, seadanya dan sewajarnya. Saya hanya akrab dengan orang-orang
yang care dengan saya. Saya orang
yang sangat jarang dengan istilah “inisiatif” karena pada dasaranya saya adalah
orang yang “pasif”. Saya akan menyapa jika ada yang menapa saya terlebih
dahulu, Tersenyum jika ada yang tersenyum lebih dulu, dan berbicara jika ada
yang mengajak bicara lebih dulu. Kebiasaan seperti ini terus melekat dalam diri
saya sehingga di masa itu saya punya sedikit sekali sahabat. Orang- orang
kebanyakan hanya akan mendekat jika memang ada perlunya, tapi jika tidak maka
saya seperti angin lalu saja. Namun, saya senang dengan situasi seperti ini.
Tenang, aman, tak banyak masalah. Saya mulai menikmati zona nyamannya saya.
Ketika
mengenal Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, saya menemukan hal yang
luarbiasa. Kelemahan dari karakter kita bukanlah alasan untuk tidak bersaksi
tentang-Nya. Kita diselamatkan karena kasih karunia didalam iman kepada Yesus
Kristus yang telah mati dikayu salib untuk mematikan kematian kita. Hanya
dengan percaya kita diselamatkan. Tapi,untuk menjadi pengikutnya, maka harus
ada yang diperjuangkan, salah satunya berupaya meninggalkan zona nyamannya
kita.hal ini saya mulai ketika diberi tugas untuk belajar bersaksi tentang
Kristus kepada orang lain melalui training penginjilan. Sebelum masuk pada
percakapan injil, saya harus bersahabat terlebih dahulu dengan kawan bicara
saya. Artinya, harus ada percakapan ringan yang didahului dengan perkenalan
tentunya, jika orang tersebut adalah orang yang baru saya jumpai. Dari hal ini
tentunya saya tidak boleh menunggu kawan bicara saya bicara terlebih dahulu.
Harus saya yang memulai. Dan ini bukanlah hal yang mudah bagi saya. Mengapa,
karena kasus seperti ini diibaratkan seperti pesawat yang akan lepas landas.
Butuh kefokusan untuk seorang pilot agar pesawat bisa terbang dengan selamat.
Demikian juga, jika kita gagal dalam hal persahabatn, maka cerita injil
tersebut akan susah untuk diceritakan. Hal ini sungguh sangat membantu saya
secara pribadi. Perlahan saya mulai keluar dari zonanya saya. Kasih kepada
sesame dengan membagikan kabar sukacita menjadi pendorong bagi saya untuk tidak
berdiam dalam comfort zone yang saya
buat. Saya tidak harus menghilangkan karakter plegmatis saya, karena itu
bukanlah sesuatu yang dapat dihilangkan dengan mudah meskipun ada beberapa
factor yang bisa membunuh karakter seseorang. tapi justru kelemahan sebuah
karakter bukanlah penghambat bagi kita untuk menyatakan kasih-Nya, tapi sebagai
dorongan untuk lebih semangat dan berani. Dan bagi saya hal ini adalah bagian
dari kita yang mau ikut memikul salib-Nya.
Memasuki dunia alumni, justru saya kembali
diperhadapkan dengan kelemahan karakter saya yang satu ini. pada hari kemarin,
wajah saya seperti ditampar ketika mendengar bahwa salah satu guru Sekolah
Menegah Pertama mengadu kepada teman-teman saya tentang sikap saya yang kurang
sopan karena setiap berpapasan dijalan saya tidak menegurnya. Meskipun hal ini
dilakukan tanpa sengaja karena setiap berpapasan, kami sama-sama mengendarai
sepeda motor dan pada saat itu saya selalu focus pada pandangan tegak lurus
kedepan sehingga tidak terlalu memperhatikan kendaraan yang lalu lalang
disamping. Terkadang juga saya nanti menyadarinya ketika kendaraan guru sudah melewati saya. Mendengar hal ini, saya
merasa sangat kecewa dengan diri saya yang pasif dan tidak seperti teman-teman
saya yang lainnya. Label introvert
seakan susah untuk dilepaskan dari diri saya.
Jauh dari sahabat-sahabat dekat dan komunitas yang selalu mengingatkan, justru
perlahan membuat saya mulai tergiur untuk terus hanyut dalam zona nyamannya
saya. Kisah tentang zakheus kembali mengingatkan saya akan satu hal bahwa
mengikut Kristus harus ada yang dikorbankan, salah satunya adalah zona nyaman.
Kabar tentang Anak Tukang Kayu yang menggemparkan seluruh penduduk membuat
Zakheus ingin melihat Tuhan Yesus secara langsung. Keterbatasan tubuhnya yang
pendek membuat dia harus bersusah payah lari di antara banyaknya orang, bahkan
rela memanjat pohon agar bisa melihat Yesus. Tak hanya itu, dia pun harus rela
mendengar hujatan dan makian orang-orang tentang dirinya. Dan bukti dari
sukacitanya ketika berjumpa dengan Kristus adalah saat dia mau mambagikan
sebagian harta miliknya dan mengembalikan segala sesuatu yang dia peras dari
orang lain sebanyak empat kali lipat dari jumlah yang di perasnya. Mengapa hal
ini terjadi? Karena sesungguhnya perubahan hidup yang radikal, tidak dapat
diraih dengan cara biasa saja. Selalu dibutuhkan keberanian dan tindakan
ekstra, yaitu berani keluar dari zona nyaman. Meskipun dalam alkitab ada
beberapa tokoh yang berani keluar dari zona nyaman, tapi tokoh Zakheus hari ini kembali menjadi pengingat bagi saya
secara pribadi akan siapa saya sesungguhnya. Zakheus berarti “bersih”. Si
bersih yang kotor najis telah menjadi Si Bersih sejati. Perjumpaan hidup secara
personal dengan Tuhan Yesus itulah menjadi titik balik berubahnya Zakheus
secara total.
Hidup
jauh dari komunitas yang menuntunmu bertumbuh mengenal Kristus bukanlah alasan
untuk kita kembali di zona nyamannya kita, tapi justru dengan hal ini kita
harus lebih semangat untuk berkarya di zonanya Kristus. Roh Kudus yang tinggal
diam didalam hidup kita akan terus menjadi pengingat dan penolong untuk kita
berjalan dalam jalannya Tuhan. Bawaan karakter bukanlah alasan untuk kita terus
mengikatkan diri pada zona kita, tapi
untuk membuat kita semakin belajar akan karakter Kristus yang sempurna.
Soli
Deo Gloria
Tatengesan,
30 Januari 2020
PChrist_inW
Sabtu, 25 Januari 2020
Apakah Keselamatan butuh Perjuangan?
LUKAS 13 : 22-30
(LUKAS 13:24) Jawab Yesus kepada orang-orang disitu : berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.
Apakah keselamatan butuh perjuangan?
ada beberapa hal yang mengganggu pikiran saya selama minggu yang berjalan ini. Ibarat pohon kecil yang sudah bagus ditanam, tiba- tiba harus menghadapi badai kencang yang mencoba mengguncang kekuatan akarnya. Akar yang tertancap pada objek yang benar pasti tidak akan mudah goyah. Tapi bagaimana jika akar tersebut masih dalam proses mencari “tempat yang tepat”, tapi justru di harus diperhadapkan pada tiupan angin?
Minggu yang lalu saya mendengar sebuah khotbah dari seorang pendeta yang sebelumnya menjadi misionaris di daerah-daerah terpencil. Ia menyampaikan sesuatu yang membuat saya sangat bersukacita karena berita tersebut dapat didengar oleh banyak orang yang hadir dalam kebaktian.
“hidup kekal adalah anugerah pemeberian Cuma-Cuma dari Allah kepada yang tidak layak”
Tapi di minggu ini, tiba- tiba konteksnya berubah.
“berjuanglah dalam keselamatan” untuk selamat, kamu harus berjuang sedemikian rupa karena pintunya sempit.
Manakah yang benar? Bukankah keselamatan itu terlalu murah jika hanya diberikan secara Cuma-Cuma? Tapi tidakkah justru terlalu susah jika harus dengan perjuangan?
Lukas berulang kali mengingatkan pembaca bahwa titik akhir dari perjalanan Yesus adalah Yerusalem. Dalam perjalanan ini, focus Yesus bukan hanya pada tanda-tanda dan mujizat, tapi yang paling penting tentang berita keselamatan. Dalam perikop ini,, seseorang bertanya kepada Tuhan Yesus bahwa apakah hanya sedikit saja orang-orang yang diselamatkan?(Lukas 13:23). Pertanyaan ini muncul dikarenakan pada waktu itu, ajaran Yahudi tentang keselamatan adalah harus berjuang dalam kesalehan, taat pada semua hukum taurat dengan sempurna. Hal ini justru menimbulkan ketakutan dan tanda Tanya besar bagi kebanyakan orang karena sangat sedikit bahkan mungkin tidak ada satupun orang yang hidup pada saat itu mampu menjalankan hukum taurat dengan sempurna.
“Lukas 13 : 27, tetapi Ia akan berkata kepadamu : Aku tidak tahu darimana kamu datang, enyalah dari hadapan_Ku hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan” jika ada orang yang pada waktu itu menganggap mustahil diselamatakan dengan taat pada hukum dan ketetapan agama, maka sebagian lagi justru menganggap diri benar karena merasa tahu akan semua ajaran, merasa benar karena kegiataan keagamaan, atau mungkin merasa layak karena bisa melakukan banyak mujizat demi nama Tuhan. Tapi, yang menarik disini Yesus berkata bahwa orang-orang seperti itu justru tidak dikenal dan pasti akan diusir.
Keselamatan bukanlah sesuatu yang dapat kita perjuangkan. Sebanyak apapun pelayanan yang kita lakukan, seberapa tinggi jabatan gereja yang kita pegang, seberapa banyak persembahan yang kita beri, semua ini bukanlah alat ukur yang memakai istilah “perjuangan”. Terlalu sempit pintu untuk bisa masuk sebenarnya mau mengartikan bahwa sangat mustahil orang diselamatkan karena hasil perjuangannya. Mengapa mustahil? Karena pada dasarnya kita adalah orang berdosa (Roma 3:23). Kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri karena tuntutan Allah adalah sempurna (Matius 5:48), artinya tidak boleh ada satu dosapun yang menodai hidup kita supaya kita bisa diselamatkan. Jika kamu membuat kue dengan 10 butir telur, dengan telur yang pertama sampai yang kesembilan baik tapi telur yang ke sepuluh justru rusak dan tanpa sengaja kamu campurkan dengan Sembilan yang baik, apakah hasilnya? Tentu rusak semuanya. Demikian juga semua kesalehan dan kebaikan yang kita lakukan pasti akan tercemar hanya dengan satu pelanggaran yang dibuat (Yakobus 2 :10).
Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan dan hidup. Dan inilah kebenaran yang mutlak. Jangan ditambah-tambah dengan perbuatanmu. Sedikitpun tidak ada perjuangan manusia dalam karya keselamatan Allah! Karena yang sebenarnya berjuang adalah hanya Yesus sendiri, dan puncak dari kesetiaan dan perjuangan kasihNya sebagai manusia yang sempurna adalah ketika Dia mau menyerahkan nyawa-Nya dikayu salib supaya kita yang berdosa dapat diselamatkan.
Keselamtan adalah anugerah. Allah memberikannya kepada kita karena Dia tau bahwa terlalu sempit pintu bagi kita untuk masuk dalam kerajaan-Nya. Maka pintu satu-satunya yang bisa memberikan kita kepastian keselamatan adalah Kristus sendiri yang dapat kita undang masuk dalam hidup melalui pintu hati kita ( Wahyu 3:20). Keselamatan dari Kristus sama sekali tidak melibatkan perjuangan kita. Bukan karena murahan, tapi karena terlalu mahal harganya maka hanya harga darah Yesus yang bisa menjadi jaminan melalui iman percaya kita.
Anugerah keselamatan bukan juga voucher bagi kita untuk seenaknya berbuat dosa. Jika perjuangan kita adalah sia-sia untuk bisa selamat, maka sebaliknya ketika kita telah diselamatkan maka perjuangan untuk hidup kudus dan benar itu perlu dan harus dilakuan sebagai wujud syukur dan trimakasih kita kepada Tuhan Yesus, agar Dia terus dimuliakan dalam hidup kita. Keselamatan bukanlah barang yang dapat kita pertahankan dengan perbuatan, pada saat taat diberikan, dan ketika tidak taat maka diambil kembali. Tidak! Keselamatan telah dikerjakan sekali untuk selamanya dan diberikan sekali untuk selamanya (Yohanes 10:28). Keselamatan tidak terletak pada kesetiaan kita yang mudah rapuh dan lelah untuk berpegangan pada tangan Allah tetapi terletak pada janji dan firmanNya yang tidak pernah ingkar (Ibrani 13 : 5c) .
Soli Deo Gloria
PChrist_inW
Tatengesan, 24 Januari 2020
Sabtu, 18 Januari 2020
Surender At All
#Yohanes 20:24-29
”Ayat 29 kata Yesus kepadanya : “karena Engkau telah
melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun
percaya.”
Pengalaman saya pertama kali naik pesawat terjadi
pada tahun 2016, tepatnya 3 tahun lalu. Penerbangan yang berlangsung selama 3
jam dari Manado ke Bali seakan menjadi momen yang paling ingin segera
kuhentikan. Keringat dingin ditengah AC yang yang mengeluarkan suhu rendah,
jantung yang berdegup kencang karena takut, membuat saya tidak bisa menikmati
perjalanan saya yang menurut orang banyak adalah perjalanan yang sangat
diimpikan oleh semua orang. Tapi, beberapa bulan yang lalu Tuhan memberikan
kesempatan bagi saya untuk naik transportasi udara tersebut. Dan aku merasakan
perbedaan yang sangat kontras dengan penerbanganku sebelumnya. Aku lebih
menikmati perjalanan tersebut, apalagi posisi tempat dudukku ada di dekat
jendela pesawat yang membuat aku bisa melihat indahnya laut dan pulau-pulau
yang terlihat kecil dari dalam pesawat. Kurang lebih selama dua setengah jam
aku merenung dan merefleksikan hidup yang kujalani melalui pemandangan yang
terpapar didepan mataku. Semuanya terlihat sangat kecil. Ya bahkan
rumah-rumahpun tak terlihat apalagi manusia yang ada didalamnya. Hanya pada
ketinggian beberapa ribu kaki, kehidupan manusia di bumi seakan tak terlihat
dengan kasat mata karena sungguh terlalu kecil jika dilihat dari kejauhan. Tak
terbayangkan bagaimana Allah memandang bumi yang kecil ini sebagai planet yang
didalamnya tersimpan pribadi-pribadi yang sangat berharga tapi justru sudah
tercemar oleh dosa.
Kedegilan hati Thomas untuk
mempercayai Yesus yang telah bangkit seakan menjadi refleksi bagiku bahwa
terkadang manusia secara logika lebih mengutamakan apa yang dapat dilihat dari
pada apa yang hanya sekedar diperoleh dari pendengaran. Yesus berkata
berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya. Apakah disini
seolah-olah mata adalah organ yang tidak berguna sehingga Yesus mengatakan
bahwa justru yang berbahagia adalah mereka yang tidak melihat namun percaya.?
Sekali-kali tidak.
Mempercayai Yesus jika diiuti oleh
nalar manusia memang adalah sesuatu yang terdengar konyol. Bayangkan saja kau
harus memepercayai seorang yang menurut pandangan dunia adalah lemah dan dengan
bodohnya mempasrahkan dirinya tergantung tak berdaya di kayu usang. Sesorag
harus mempercayakan hidupnya pada orang yang lebih kuat darinya. Seperti masyarakat
mempercayakan keamanan hidupnya pada pihak yang berwajib yang telah dilatih
bertahun- tahun baik fisik maupun mental. Bagaimana mungkin kita harus
mempercayakan hidup di dunia apalagi hidup setelah kematian pada Dia yang
melawan hujatan oranng-orang saja hanya bisa diam tak bergerak dan seolah-olah
menjadi mahluk yang paling pasrah dimuka bumi. Tapi itulah yang aku pelajari
dari balik kaca pesawat. Cara Allah tak akan pernah dimengerti oleh pikiran
manusia yang terbatas. Manusia ingin melihat faktanya, tapi Tuhan ingin kita
memakai hati kita untuk mempercayai-Nya. Bukan hanya soal fakta akan kepastian
keselamatan yang Ia janjian melalui iman kita, tapi juga akan hari- hari hidup
yang kita jalani di dunia. Kita tak pernah bisa melihat apa rencana yang telah
Tuhan rajut kedepan bagi kita. Meski prosesnya terkadang begitu susah dan
sulit, tapi akhir yang terbaik telah ia siapkan. Kau tidak hidup untuk senang-
senang. Karena Ia menganugerahka kita bukan hanya percaya tapi mau menderita
bagi Dia. Amin
Selasa, 13 Agustus 2019
Rabu, 15 Januari 2020
kasih Allah
Roma 12:9 (TB) Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
"ONCE AGAIN, LOVE"
Pembahasan tentang kasih selalu di dengar dalam berbagai sudut pandang. entah itu sudut pandang kaum muda-mudi, sudut pandang orang tua, ataupun sudut pandang gereja. dalam Alkitab pun, kasih menjadi hukum utama dan yang terutama (Mat 22:37-40). bahkan, ada orang yang berkata bahwa ; jika kasih adalah hukum utama, maka gagal mengasihi adalah kegagalan terbesar.
Rasul Paulus menujukan ayat ini untuk jemaat di Roma yang memiliki latar belakang yg berbeda (kristen Yahudi dan non Yahudi), orang kristen Yahudi di Roma menganggap dirinya lebih tinggi dari yg non yahudi, sehingga Paulus mau menyampaikan bahwa hendaklah kasih itu jangan pura2.
sikap hati yang salah akan membuat kita melakukan segala sesuatu dengan motivasi yang keliru. kita bisa saja memberi, kita bisa saja tersenyum, kita bisa saja menolong, kita bisa saja berkorban, lantas apakah itu sudah menunjukkan kasih yang sesungguhnya jika pada akhirnya kebaikan yang dilakukan mengharapkan imbalan. imbalan bukan hanya bicara tentang balasan tindakan, tapi bisa juga berupa pujian agar bisa bermegah diri.
hanya Allah di dalam Yesus Kristus yang memiliki kasih yang sempurna. kasih yang rela berkorban secara total untuk keampunan dosa manusia.
Dia sanggup memulihkan hati kita yang rusak ketika kita mau menerima Dia bertahta di hati kita. dengan demikian, kasih itu tidak akan pura-pura lagi selama Ia tidak kita buat turun dari tahta hati dan membuat si "Aku" yg bertahta.
ingat, kita mengasihi Yesus itu hal yang wajar. karena Dia telah lebih dulu mengasihi kita. tapi, jika Yesus yang tetap mengasihi kita, itu tidak wajar, karena kita adalah orang2 yg kurang ajar.
syukur untuk anugerah kasihNya bagi kita. To God be the glory
07-01-2020
PChrist_inW
Minggu, 12 Januari 2020
changed to change
Artikel
T : DUNIA TAK BISA MENGUBAH KITA KE MASA LALU
Hari ini tepat pukul dua pagi, saya kembali
terbagun tanpa bisa tidur. Entah apa sebenarnya yang ada dalam pikiran.
Berbagai hal seakan saling berlomba mencari posisi di dalam otak untuk
mengambil tempat tokoh utama sebagai “buah pikiran”. Seperti yang dikatakan orang, tak selamanya
menulis itu hobi, tapi bisa jadi adalah cara kita mengekspresikan sesuatu yang
tak bisa kita ungkapkan secara langsung, maka saat ini saya akan
mengekspresikan sesuatu yang tak bisa saya sampaikan secara langsung, dan
berharap tulisan ini dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Markus 14 : 72
Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya, maka
teringatlah Petrus bahwa Yesus telah berkata kepadanya : sebelum ayam berkokok
dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Lalu menangislah ia tersedu-
sedu.
Hampir semua orang yang mengaku “Kristen” pasti
tidak asing dengan tokoh Alkitab yang bernama Petrus. Sekilas cerita, dia
adalah murid yang paling dekat dengan Yesus, dia juga orang pertama yang
mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias (Mrk 8:29; Mat 16 :16;Luk 9:20) bahkan berani
berkata rela mati demi Kristus. Tapi, apa yang terjadi beberapa saat setelah
Yesus ditangkap? Ia gemetar hanya karena
seorang hamba perempuan yang memiliki kedudukan yang paling rendah saat itu.
Dimana Petrus yang berjiwa ksatria..? dimana Petrus yang berkata kepada Kristus
“sekalipun aku harus mati bersama Engkau, aku tidak akan menyangkal Engkau” ?.
Hanya karena hentakkan kecil dari seorang hamba perempuan,maka Petrus yang
berani, Petrus yang setia, Petrus yang taat, dan sebagianya, tiba- tiba menjadi
pengecut. Tapi apakah semua berakhir disini..? sekali- kali tidak. Dalam
kisahnya di Alkitab, dikatakan bahwa dia teringat akan perkataan Yesus, lalu
pergi keluar menagis dengan sedihnya.
Dia bertobat, dan semakin memuliakan Allah.
Kisah Petrus diatas menjadi penghantar bagi saya untuk menulis sebuah
kisah tentang seorang teman. Saya mengenalnya sejak masa kuliah. Kami belajar
di universitas yang sama, fakultas, dan jurusan yang sama. Meskipun berbeda
program studi, tapi ada beberapa mata kuliah yang membuat saya dan dia berada
dalam satu kelas yang sama. kami tidak terlalu dekat. Saya hanya sekedar tahu
bahwa waktu itu dia menjabat sebagai ketua kelas di kelasnya.
Awal masuk kuliah, saya sudah melibatkan diri dalam pelayanan kampus. Setiap
hari senin jam tiga sore, kami melaksanakan ibadah doa dan puasa di gedung
fakultas. Dan disitu, saya sering melihatnya.setau saya, dia itu adalah
mahasiswa Kristen, dilihat dari kalung salib yg ia pakai. Tapi, bukan di
ruangan tempat kami ibadah, melainkan di ruangan BEM yang tidak jauh dari
tempat kami bersekutu. Saya sempat berfikir, kenapa dia tidak gabung saja dan
beribadah disni? Sebab yang saya lihat, dia dan beberapa senior yang lain hanya
duduk merokok tanpa ada niat sedikitpun untuk beribadah.
Entah apa yang terjadi, memasuki semester 5 saya menemukan dia menjadi
pribadi yang berbeda. Setiap bertemu, ada hal- hal yang sering dia sharingkan,
salah satunya tentang bagaimana dia mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus
melalui cerita injil yang ia dengar. Bukan hanya itu, dia pun terpilih menjadi
ketua rukun mahasiswa Kristen daerahnya. Saya sangat senang mendengarnya, dan
kagum melihat antusias dan semangat yang besar didalam dirinya. Dia menjadi
pribadi yang ceria. Meskipun perawakannya besar, tapi percayalah jika kamu
bertemu dengannya, ada aura persahabatan yang kuat yang akan kamu rasakan. Hal
itu terbukti ketika dia rela melepas jabatannya sebagai Ketua Himpunan
Mahasiswa Jurusan yang baru beberapa hari dia pegang. Hal ini luarbiasa. Mengapa?
Karena yang saya tahu teman saya ini memiliki ambisi yang tinggi untuk jabatan
ketua HMJ. Jabatan ini bisa membantu seseorang untuk menjadi terkenal dan
disegani oleh para junior, jabatan ini juga dapat menolong seseorang untuk
dekat dengan para dosen, sehingga ada kemungkinan intensitas nilai C itu akan
berkurang.
Waktu terus berlalu, kesibukan sebagai mahasiswa dan pelayanan membuat
saya jarang bertemu dengannya. Bahkan ketika memasuki semester akhir, kami
hanya sekedar bertegur sapa saat bertemu, karena sibuk dengan urusan masing-
masing. Tapi melihat dari tulisan-tulisannya di media sosial, saya semakin
percaya bahwa dia sudah menjadi murid Yesus yang sejati. Bahkan banyak orang
yang menjadikannya sebagai panutan. Dia berubah drastis. Kabar terakhir yang
saya dengar darinya sebelum lulus dari kampus adalah bahwa dia pada waktu itu
sedang menjalin relasi dengan seorang wanita yang melayani dalam wadah
pelayanan yang sama dengannya dan Saya
pun turut senang mendengarnya.
Beberapa bulan setelah lulus, saya sudah tidak mendengar kabar darinya.
Hingga di awal tahun 2019, hobi yang sama mempertemukan kami kembali. Saya suka
membaca buku. Beberapa buku motivasi Kristen, renungan, apologetika bahkan
kesaksian, sering saya posting di akun media social setelah saya selesai baca.
bahkan ada beberapa kutipan yang selalu saya copy paste untuk dijadikan status.
Dari hal ini, dia tiba-tiba muncul sambil menawarkan beberapa buku yang baik
untuk dibaca, salah satunya buku yang berjudul "Ajarlah Kami Bertumbuh"
oleh Billy Kristanto dengan penerbit Momentum. Banyak hal yang kami diskusikan
dari setiap buku yang kami baca, bahkan kami sudah mulai saling bertukar pokok
doa untuk didoakan. Saya pun mulai merasa nyaman bercerita, berbagi pengalaman
dan berdoa dengannya. Banyak hal yang saya dapatkan dan pelajari dari pribadi
teman saya yang satu ini. Kedewasaan, keceriaan dan pendiriannya yang kuat
membuat saya kembali merefleksikan hidup saya. Dia seakan menjadi motivator
tetapi juga pengingat bagi saya selama beberapa bulan terakhir ini.
Hal yang tak terduga terjadi di hari minggu pagi, minggu pertama di
tahun 2020 ini. Dia tiba- tiba menjadi pribadi yang penuh dengan tekanan.
Ibarat seperti langit yang cerah tiba- tiba harus berubah menjadi mendung
gelap. Padahal,hari sabtu malam, dia masih ceria seperti biasanya, bercanda
gurau bahkan saya masih sempat berbagi pokok doa dengannya. Saya pikir hal ini
disebabkan karena ayahnya yang masih tak
kunjung sembuh dari sakit. Tapi, ternyata bukan itu. Ada hal lain dalam dirinya
yang membuat dia merasa tidak layak. Mungkin saja ada hal yang dia lakukan yang
tidak Tuhan kehendaki sehingga mebuatnya merasa memerlukan kembali belas
kasihan Tuhan untuk mengampuninya secara total. Saya tidak tahu pasti hal apa
itu, meskipun ada bagian dari masa lalunya yang sempat ia ceritakan kepada
saya, tapi beberapa masih samar. Dalam chatingannya, Ia bahkan berkata bahwa
jangan terkejut jika nanti ketika saya bertemu dengannya, dia akan berubah
drastis. Bahkan, untuk tersenyumpun ia susah. Tak ada lagi persaan kasih dan
sukacita.
Saya kaget ketika membaca chatingannya itu. Apa yang sebenarnya
terjadi? . Saya hanya bisa berdoa, agar dia tetap kuat dan berpengharapan penuh
didalam Kristus.
Tulisan ini akan saya kirimkan padanya pada tanggal 10 nanti, tepat
pada saat hari ulang tahunnya yang ke-24 tahun. untuk itu, mengakhiri tulisan
ini ada hal yang ingin saya bagikan. Bukan hanya untuk teman saya, tapi bagi
siapapun yang membaca ini.
Kehidupan Kristen tidak selalu di atas. Saya pun memiliki masa- masa yang
menggoyahkan semangat, masa- masa dimana kaki saya menjadi gemetar dan seakan
tak mampu untuk berjalan. Saya harus pergi kepada Tuhan dalam doa dengan air
mata dan berkata “oh Tuhan ampuni saya” atau “tolong saya”. Kita hidup di dalam tubuh kedagingan,
meskipun telah menerima Kristus sebegai juruselamat dan Tuhan, bukan berararti
kita tidak akan luput dari kesalahan. Petrus pun mengalami hal yang demikian,
orang yang baru beberapa saat mengaku Yesus sebagai Mesias, mendadak menjadi
pengecut dan menyangkal Sang guru agung di depan seorang hamba perempuan.
Tapi, kita bukan lagi tawanan dosa. Yesus mengasihi kita dengan kasih
yang kekal. Harga tertinggi dia bayar untuk saya dan kita semua melalui
kematian-Nya di kayu salib bagi dunia. Dan ini bukanlah hal yang wajar.
Tidakkah anda membayangkan apa yang telah Dia lakukan bagi anda dan saya, bagi
dunia ini? Seorang yang berkata bahwa Dia adalah Air Hidup, harus berteriak
“Saya haus” di atas kayu usang nan kasar. Darah yang membeku oleh terpaan
dinginya angin, membasuh secara sempurna dosa saya dan anda, Dosa dunia ini.
Belas kasihan yang sempurna telah Dia berikan ketika ungkapan “Sudah Selesai”
berkumandang di atas Golgota.
Tak ada dosa yang terlalu besar yang yang tidak dapat Dia
selesaikan.percayakah anda pada hal ini? Ketika Dia telah mengubahmu menjadi
manusia yang baru, mengapa kini menyerah seakan pasrah untuk menjadi manusia
yang lama dengan memakai istilah“manusia rohani tapi bertabiat duniawi”.
Jangan biarkan pikiran kita diintimidasi dengan dosa masa lalu. Yesus
mengasihimu, Dia ingin mengubahmu menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan ini
tidak terjadi secara instan. Orang mungkin melihatmu adalah pribadi sempurna
dari luar, tapi Tuhan Yesus, Bapamu, mengenal dan mengetahui hatimu. Dia tau
pergumulanmu, Dia tau kerinduanmu, karena sesungguhnya, serangkaian kesempatan
besar seringkali terbungkus sebagai situasi yang kita anggap mustahil.
Tetap semangat teman, saya percaya Roh Kudus akan memampukanmu untuk
melewati semua ini. Satu hal yang pasti, jangan menyerah pada situasi, tapi
bergantunglah pada Pribadi yang telah tinggal di dalam hati.
Selamat bersyukur di usia yang baru..
cepatlah kembali menjadi pribadi yg saya kenal dengan sukacita dari
Kristus.
Soli Deo Gloria
Rabu, 08 Januari 2020
PChrist_in.W