This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 08 Februari 2024

SPIRITUALITAS YANG SEHAT SECARA EMOSI

 





Salah satu hal yang saya syukuri adalah ketika boleh menyelesaikan bacaan buku ini. Dengan berbagai kendala baik dari luar maupun oleh karena diri sendiri, akhirnya saya bisa berada pada halaman yang ke 262 sebelum berada pada catatan-catatan kutipan pustaka sebagai penutup.

Saya tidak dalam konsep untuk merivew buku ini, tapi lebih kepada menceritakan kembali apa yang saya terima atau bagaimana Tuhan berbicara kepada saya melalui buku yang ditulis oleh seorang bernama Peter Scazzero ini.

Ada yang berkata bahwa umur tidak menjadi tolak ukur seseorang menjadi dewasa. Dalam hal kerohanian pun saya punya pandangan bahwa keaktifan seseorang melibatkan diri dalam pelayanan juga bukan menjadi patokan akan tidak atau adanya kedewasaan orang tersebut secara rohani. Buku ini memberikan gambaran bahwa dewasa secara rohani mustahil kita alami tanpa adanya kedewasaan dalam emosi kita. Penulis menggambarkan bagaimana tanda dari orang yang tidak dewasa secara emosi sampai kepada bagaimana kita dapat menjadi orang yang dewasa secara emosi. akhir buku ini pun menarik, karena disuguhkan dengan langkah-langkah untuk kita membuat aturan hidup yang menuntun kita untuk sehat secara emosi dan rohani. Salah satunya adalah melakukan ibadah harian. Ada panduan yang diberikan untuk para pembaca.

Dalam buku ini, penulis menceritakan juga bahwa ia sempat berhenti (Sabat) dari segala rutinitas tersebut demi kesehatan emosi dan kedewasaan rohaninya sendiri. Hal ini diperlukan agar kita tidak menjadi pembawa damai palsu. Berusaha merangkul dan menuntun orang lain untuk bertumbuh, bahkan kita sendiri pun menunjukkan diri selayaknya orang yang bertumbuh, namun sebenarnya ada bongkahan es yang tidak tersentuh dalam diri kita.  Akar kita sama sekali tidak terjamah atau tersentuh. Kenapa demikian? Karena kita tidak menikmati Kristus dalam hidup kita sendiri. Kita sering sibuk bagi Tuhan tapi justru tidak memiliki kebersamaan dengan Tuhan.

Membaca buku ini seperti bercermin kepada diri saya sendiri yang sering menghindari konflik, menunjukkan diri sebagai orang Kristen yang taat dan yang mengasihi Kristus, namun pada akhirnya sering mengeluh, sering merasa lelah, bahkan membenci orang lain dalam diam. Pada akhirnya semua ini menekan saya dan membuat segala hal yang saya lakukan terasa memuakkan. Saya sadar sepenuhnya bahwa sampai saat ini saya masih terus berproses dalam spiritual yang sehat secara emosi. saya masih belajar untuk berserah pada kehendak-Nya, dan membiarkan Roh Kudus menolong saya untuk bertumbuh didalam-Nya meskipun secara perlahan, dan meninggalkan segala tindakan yang membuat saya justru stunting secara rohani. Dengan demikian kasih terhadap Allah, kasih terhadap sesama bahkan diri sendiri dapat terus terwujud. Kasih tidak akan pernah gagal untuk mengajarkan apa yang seharusnya kita lakukan. Mari biarkan Tuhan untuk terus menjangkau bagian hidup kita bahkan yang terdalam sekalipun. amin