This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 03 September 2020

BUKAN AKHIR YANG SEBENARNYA 

      







       Berakit – rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Peribahasa ini selalu dikatakan oleh guru saya tatkala masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Katanya, kalimat ini akan memotivasi kami untuk giat bekerja dan kemudian menikmati hasilnya yang indah dan membahagiakan pada akhirnya. Tak heran, banyak orang berupaya dan bekerja keras agar mendapat hasil yang maksimal. Banyak orang juga yang belajar dengan begitu rajin agar nantinya dapat lulus dengan predikat terbaik. Semua ini dilakukan untuk mengisi sesuatu yang kosong dalam diri manusia, yaitu kepuasan. Wadah kepuasan itu harus di isi dengan usaha dan kerja keras, maka akhir yang indah akan selalu menanti. Sebaliknya, jika hasilnya atau akhirnya buruk, itu berarti upaya dan usahanya pun buruk. 

Benarkah demikian? 

            Dalam setiap ibadah duka, kisah tentang Ayub selalu menjajadi cerita favorit untuk menghibur keluarga yang berduka. Kisah ini sangat menginspirasi banyak orang bahwa dengan ketaatan dan kesetiaan, penderitaan sebesar apapun akan selalu berakhir bahagia, selayaknya Ayub yangmeskipun harus menderita terlebih dahulu, namun justru menerima berkali-kali lipat dari sebelumnya (Ayub 42:7-17). Hal ini memang benar adanya, kesalehan Ayub membawa dia pada berkat Allah yang melimpah. Sayangnya, banyak orang justru menganggap bahwa orang yang benar-benar saleh dan diperkenankan oleh Tuhan pasti akan menderita namun akhirnya selalu bahagia. Sebaliknya, mereka yang tak layak dan tidak diperkenankan oleh Tuhan akan selalu berakhir menyedihkan. Itu adalah anggapan dunia.      
                Jika melihat kembali akhir hidup dari Yesus dan murid-murid Yesus, akhir hidup dari Stefanus, Akhir hidup dari Paulus, maka benarkah konsep yang demikian? tentunya tidak. Yesus memang mati secara mengerikan, namun kematian itu justru yang mematikan kematian kita yang berdosa. Kematian Kristus membuat maut tidak berkuasa lagi atas diri orang yang percaya. Memang, Setiap orang tak akan pernah lepas dari yang namanya penderitaan dan kejadian yang mengerikan. Namun, saat memandang salib Kristus, maka kita akan menyadari bahwa tangan Tuhan akan terus berkarya dalam hidup kita. Kalaupun akhir yang murid-murid Yesus alami itu tragis di mata manusia, namun bagi mereka itu sebuah kehormatan karena mereka tahu bahwa kematian bukanlah akhir hidup mereka. Untuk itulah dalam Filipi 1: 21 paulus berani berkata “karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” Ada kemuliaan yang jauh melebihi itu menanti mereka. Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan dan tidak ada mahkota tanpa salib (Joy Manik). Kisah akhir dari orang percaya bukanlah akhir yang sebenarnya.  

Tatengesan, 03 September 2020
PChrist_in